Blurb
"Coba atuh teh si Anjani di bawa ke abah Sukri yang tinggal di Cisarua, di bawah kaki gunung Burangrang. Banyak orang yang sembuh setelah dibawa ke sana. Bukannya kita suudzon. Tapi tak lazim rasanya jika gadis di usia dewasa seperti Anjani belum mendapatkan jodoh. Teteh seharusnya sudah menimang satu atau dua orang cucu yang lucu. Barang kali ini mah teh. Ada orang jahil yang menutup jodoh si Jani," ujar mang Aep.
"Benar juga yang dikatakan si Aep. Sebenarnya apa yang salah dengan Jani. Perasaan meski wajahnya nggak cantik. Tapi nggak jelek-jelek amat kok. Dia juga tergolong anak yang pintar bergaul dan pintar di bidang akademik di sekolahnya dulu. Rasa-rasanya si Jani sudah punya modal dasar untuk sekedar mendapatkan pria baik, sederhana dan pekerja kantoran biasa. Meski bukan pria tampan dan kaya raya," gumam hati ema Lastri.
Kepercayaan ema Lastri mulai pudar kepada Anjani Sekar Wati anak sulungnya itu. Pemikiran-pemikiran kolot mulai menjalar di hatinya. Ironi memang, meski ema Lastri tinggal di kota besar. Dia masih saja percaya pada hal-hal berbau mistis, irrasional dan takhayul.
Kecemasan dan kegusaran nyata telah menguasai hati ema Lastri, yang pada akhirnya memaksa Anjani untuk mengikuti teori-teori kolot yang diyakininya itu. Berharap Anjani segera mendapatkan jodoh.
Lantas apakah Anjani akan mengikuti keinginan ema Lastri atau justru malah menolak mentah-mentah, karena bertentangan dengan prinsip dan pemikirannya yang modern dan rasional?.