Sukma Raga

Yeni fitriyani
Chapter #9

Bermalam Dengan Yang Tak Kasat Mata

Abah Sukri memberikan segelas air putih kepada Anjani.

“Minum dulu neng,” ujar Abah Sukri.

“Iya bah.”

“Berhubung sekarang sudah jam 2 dini hari. Neng Anjani tidak boleh tidur lagi. Ada satu ritual lagi yang harus neng Anjani lakukan,” ujar abah Sukri.

“Apa bah.”

“Neng Anjani harus membaca doa-doa ini sebanyak 1000 kali untuk masing-masing doanya,” tutur abah Sukri.

Mata Anjani terbelalak mendengar angka yang harus dia baca. “Hah, sebanyak itu bah?” tanya Anjani heran.

“Benar itu syaratnya neng.”

Abah Sukri memberikan secarik kertas berisi doa-doa yang akan dibaca Anjani. Anjani menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sementara Ema Lastri hanya bisa menangguk pada Anjani untuk menguatkan anaknya. 

“Sekarang neng Anjani duduk di tengah makam,” pinta abah Sukri. Tangannya menunjuk tempat dimana dirinya tadi melantunkan doa.

Setelah membelitkan kerudung putih di kepala. Anjani duduk bersila dan langsung mulai membaca satu demi satu doa. Di barengi dengan putaran biji tasbih. Sebagai pengingat jumlah angka yang telah dia baca.

Sementara abah Sukri, mang Aep dan ema Lastri duduk bersila menyenderkan punggung di dinding, tak jauh di belakang Anjani. Mereka juga ikut tidak tidur - menemani Anjani. Takut terjadi sesuatu padanya. 

Anjani melirik ke belakang sebentar, untuk memastikan tiga orang di belakangnya masih ada dan masih terjaga. Ema Lastri mengibaskan tangan meminta Anjani berbalik badan dan melanjutkan lantunan doanya.

Anjani mengangguk dan kembali komat kamit di tengah pencahayaan yang begitu temaram. Ada tiga doa dan masing-masing harus di baca sebanyak 1000 kali. Bagi Anjani itu adalah tugas terberat yang pernah dia laksanakan seumur hidupnya. Meski kerap kali lembur untuk menyelesaikan setumpuk pekerjaan di kantor, tapi rasa-rasanya tak semenyiksa seperti tugas yang satu ini.

Doa pertama sudah terbaca sebanyak 200 kali. Kerongkongannya mulai terasa kering. Beruntung dirinya di perbolehkan untuk minum air putih yang disediakan abah Sukri. Sesekali Anjani meminum air seteguk. Sekedar untuk membasahi kerongkongannya saja.

400 kali terbaca. Anjani berhenti sejenak untuk mengambil nafas dalam. Lantas melanjutkannya. Hingga di angka 800, mata Anjani mulai tidak bisa diajak kompromi. Rasa kantuk menyeruak di kedua matanya. Anjani coba menggelengkan kepala untuk menghilangkan rasa kantuk itu. Tapi ternyata benar-benar sulit di kendalikan. Mulutnya tak henti-henti menguap. Hingga airmata kerap kali mengembeng di kelopak matanya.

Anjani melirik ke belakang, siapa tahu dengan melihat emanya sebentar, bisa menghilangkan rasa kantuk itu. Namun begitu berbalik ke belakang. Anjani menyunggingkan bibir, mendapati tiga orang di belakangnya sudah tertidur pulas dengan posisi tidur yang berbeda. Abah Sukri tidur dengan duduk bersila, mang Aep tidur terlentang dan ema Lastri tidur meringkuk. 

Heeeeeeeeeh. Anjani menghembuskan udara hangat dari mulutnya. Batin Anjani merengek, merasa iri melihat emanya yang tertidur dengan pulas. Anjani kembali berbalik badan dan melanjutkan lantunan doa-doanya. Hingga menyentuh angka 1000 untuk doa yang pertama. 

“Doa pertama selesai,” ujarnya pelan.

Saat hendak beranjak ke doa kedua. Bagaikan ada dua monyet yang menggantung di kelopak matanya. Rasa kantuk itu membabi buta, tak tertahankan lagi. Anjani membulatkan mata selebar-lebarnya. Tapi tetap tak berhasil. Matanya kembali merapat. Jari telunjuk yang memisahkan biji tasbihpun ikut melemah dan terhenti, bersamaan dengan terpejamnya kedua mata Anjani. Sekitar lima detik, kesadaran Anjani kembali. Tubuhnya tersentak kaget, menyadari dirinya sedang duduk bersila dan berhenti melantunkan doa. 

Anjani membenahi posisi duduk. Berharap bisa menyegarkan tubuh dan kedua matanya. Anjani berdehem sebelum kembali melantunkan doa. Mulutnya komat kamit seraya menatap serius secarik kertas, karena doa kedua sama sekali tidak ketahuinya. Perlahan-lahan Anjani membaca, takut salah mengucapkan setiap kata-katanya. Dahinya bahkan sampai berkerut dalam, pertanda betapa fokus kedua matanya. Ditambah lagi cahaya temaram membuatnya sedikit kesulitan membaca doa tersebut. 

200 kali, doa kedua sudah terbaca. Namun saat proses menuju angka 300. Kedua mata Anjani kembali di serang rasa kantuk yang maha dahsyat. Bahkan kali ini sampai-sampai terasa ada denyutan kecil di kepala. Pandangan matanya mulai mengabur dan huruf-huruf di kertas itu terlihat seolah berbayang menjadi dua. Meliuk-liuk seperti ular.

“Ya Allah ngantuk. Ampun deh,” gumam Anjani seraya mengusap wajah dan menggelengkan kepalanya.

Huuuh. Anjani menghembuskan nafas berat. Dan mencoba fokus kembali pada tugasnya. 500 kali doa terbaca. Terjangan rasa kantuk kembali, bahkan terasa semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi tiba-tiba saja ada hembusan angin semilir menerpa wajah dan seakan mengelus-ngelus lembut kelopak matanya. Hingga pada akhirnya Anjani benar-benar tumbang. Terlelap di pinggiran keramik batu nisan.

****

Lihat selengkapnya