Sukma Raga

Yeni fitriyani
Chapter #11

Kopi Darat

Sepulang kerja, Anjani segera membasuh diri untuk menghilangkan rasa lelah dan penat. Sebab seharian ini Anjani sibuk visit ke beberapa store, untuk mengecek kelengkapan dan sistem yang di gunakan. Apakah berjalan lancar atau ada kendala yang menghambat operasional di sana. Seumpama ada kendala, Anjani harus segera menindaklanjuti masalah tersebut. Dengan membuat memo kepada bagian terkait, untuk segera memperbaiki kendala tersebut. 

Dan hari itu, entah kenapa, banyak sekali keluhan dan kendala yang terjadi. Hampir di setiap store yang dikunjunginya. Membuat Anjani kelimpungan harus bulak balik komunikasi ke kantor pusat dan bagian terkait. Ditambah lagi omelan sadis dan pedas dari atasannya yang sok perfeksionis. Membuatnya benar-benar kelelahan.

Setelah selesai mandi dan berkeramas. Anjani melipat handuk di kepala, lalu duduk di ruang TV. Bergabung dengan ema dan adiknya Arka yang sibuk mengomentari acara sinetron di salh satu TV nasional. Yang satu sok menceramahi kelakuan ema-ema yang suka gibah. Sedangkan yang satunya sok-sokan mananggapi.

“Benar Ma."

Padahal dia asik main game di HP, tanpa memperhatikan dan mendengarkan apa yang emanya bicarakan sama sekali.

Anjani menoyor kepala Arka melihat kelakuan adiknya itu. Arka yang terkejut langsung menegakkan tubuh dan duduk bersila di kursi. Seraya memelototi Anjani, yang kini duduk di sampingnya.

“Main mulu belajar sana,” ujar Anjani.

Mendengar perkataan kakaknya itu. Arka segera menghentikan gerakan dua jempol di layar Hp. Lantas menatap kesal Anjani. Rupanya Arka tak terima dengan pernyataan Anjani barusan.

“Heh. Arka itu tidur di kelas saja ranking 2. Gimana kalau rajin belajar, bisa-bisa ngalahin gurunya tahu,” sahut ketus Arka. 

“Beeeuh. Paling juga nyontek sama teman di belakang kalau ujian,” timpal Anjani sambil melet.

“Enak saja. Itu mah teteh kali,” ujar Arka. 

 “Eh... bentar... bentar... teh...”

Di tengah omelannya, Arka tiba-tiba melempar HP-nya ke kursi, lalu menyelidiki wajah Anjani dengan seksama. Hingga dahinya berkerut cukup dalam.

“Apa lihat-lihat?” tanya Anjani heran

“Teh, aku perhatikan selama dua bulan ini. Bahkan setelah di buka aura pun. Wajah teteh gini-gini saja. Tetap buluk. Padahal ini juga baru selesai mandi,” goda Arka. 

Begitu mendengar ledekkan adiknya. Emosi yang sedari siang susah payah Anjani tahan. Bagaikan granat yang pemantiknya dilepas, amarahnya itu tak bisa dikendalikan lagi dan akhirnya meledak juga. Anjani yang telah murka. Lantas membuka handuk dan melemparkannya ke wajah Arka. Lalu menjerat rambut dan memelototi Arka seperti hendak menelannya bulat-bulat.

“Anjir. Kurang ajar. Nggak sopan. Hah,” teriak Anjani. Lantas mengapit leher Arka di ketiaknya dengan cengkeraman kuat. Sementara Arka kelojotan tak berdaya menahan nafas.

“Ma. Si teteh gila. To......long Arka Ma,” ujar Arka terbata-bata. Dengan lidah menjulur keluar.

“Anjani. Gimana kalau si Arka mati. Lepasin!,” bentak ema Lastri sambil melempar bantal ke kepala Anjani.

Sayang amukan ema Lastri tak di gubris oleh anak gadisnya itu. Anjani justru semakin menjadi-jadi. Dia menyentil dan menjitak kening Arka berkali-kali. Supaya adiknya itu kapok. Arka terus meronta dan menjerit seperti anak kecil yang tak sanggup melawan.

“Maaaaa. Nenek sihir mengamuk,” teriak Arka.

“Jani eh. Kamu kaya anak kecil saja,” bentak ema Lastri untuk kedua kalinya. Dan kembali melempar bantal ke arah Anjani lagi. 

Kali ini Anjani melepaskan kuncian tangannya dan menghempaskan tubuh Arka.

“Ohhhok... ohoook,” Arka bergidik sambil terbatuk-batuk.

Kemarahan Anjani rupanya merembet pada hal yang selama ini dia pendam. Bagai efek domino. Anjani akhirnya melampiaskan kekesalannya pada emanya sendiri.

“Ema juga nih. Sudah Anjani bilang. Kalau hal itu cuma sia-sia. Buka aura apaan. Cuma cape doang. Hasilnya nihil. Anjani jadi menyesal kemarin nurut sama ema,” rajuk Anjani. Wajahnya begitu masam melihat emanya sendiri.

“Heh Jani. Sudah ema bilang. Itu semua salah satu bentuk ikhtiar kita. Kalau hasilnya, tetap Tuhan yang menentukan. Gimana kamu itu. Malah nyalahin ema lagi,” pembelaan ema Lastri.

“Sudah Jani bilang. Itu tuh cuma buang-buang waktu saja. Ema saja yang nggak ngerti. Terus memaksa Jani untuk ikut,” sahut Anjani.

Lihat selengkapnya