Sukma Raga

Yeni fitriyani
Chapter #13

Tanda-tanda

Dengan sekuat tenaga, meski kedua lututnya terasa tak bertulang. Anjani berlari ke kamar ema Lastri. Hingga tak sengaja jari kelingkingnya membentur sudut kursi. Anjani meringis, berjingkrak-jingkrak di depan kamar ema Lastri. Menahan sengatan tajam di ujung jari yang terasa seakan menohok hatinya. Sementara satu tangan lainnya tak berhenti menggedor pintu dengan kencang.

“Ma. Buka pintu Ma,” ujar Anjani sambil celingukan. Terasa seakan ada seseorang yang sedang mengawasinya. 

Kreeek pintu terbuka. Ema Lastri terlihat sibuk menguwel-nguwel rambut membentuk sanggul kecil di kepalanya. Dengan mata setengah terbuka.

“Kenapa si Jani. Malam-malam bikin ribut!” bentak ema Lastri. 

“Anjani tidur sama ema,” ujar Anjani, lantas melengos masuk ke dalam kamar dan meringkuk di bawah selimut emanya.

Ema Lastri memukul pantat Anjani. “Ada apa sih Jani?” tanya Ema Lastri heran.

“Jani mimpi buruk Ma.” 

Anjani menarik tangan ema Lastri untuk berbaring di sampingnya. Lantas memeluk erat tubuhnya.

“Eh engap Jani. Coba ceritakan sama ema mimpi apa. Sampai kamu ketakutan kaya gini,” tanya ema Lastri penasaran.

“Pokoknya seram Ma. Anjani ditindihin hantu seram banget,” ujar Anjani, seraya meringis dalam pelukan emanya.

“Makanya kalau mau tidur baca doa dulu,” timpal ema Lastri.

“Anjani sudah baca doa Ma. Tapi itu hantu tetap muncul. Mana hantunya seram banget Ma. Kulitnya item, matanya hijau terus ada taringnya,” tutur Anjani sambil bergidik.

 Anjani sengaja tidak menceritakan keseluruhan mimpi buruknya. Dia hanya menceritakan hal seramnya saja. Takut jika ema Lastri tahu hantu itu adalah pria yang dimimpikan di gunung. Ema Lastri akan mengajaknya lagi ke gunung itu.

“Ya sudah istigfar. Sok tidur lagi,” ujar ema Lastri, sambil geleng-geleng kepala. 

****

“13. Apa maksudnya?” tanya Anjani pada diri sendiri, yang sedang menatap cermin dan menyisir rambut panjangnya. 

“Sebenarnya siapa pria itu?” tanya Anjani kembali.

Anjani menghela nafas panjang, seraya menekan dada. Merasakan sebuah firasat buruk yang semakin hari semakin menekan dirinya.

Triing.

Anjani mengambil Hp dan membaca pesan dari Romi. Pria yang semakin hari semakin dekat dengannya. Setiap pagi dan malam hari mereka acap kali berkabar. Tak pernah absen seharipun memberi kabar satu sama lain.

“Berhubung Jumat sekarang libur, tanggal merah. Kamis sore aku berencana akan pulang ke Bandung. Jadi Jumat kita bisa bertemu di tempat biasa jam 3 sore,” pesannya.

Anjani tersenyum membaca pesan itu, meski senyumnya kali ini terkesan hambar. Tak sesemangat seperti biasanya. Entah kenapa, ketakutan yang dirasakannya itu, seakan menggerogoti hatinya. Hingga seluruh pikirannya hanya berfokus pada hal itu.

Tak menunggu lama, Anjani segera membalas pesan dari Romi. Namun baru saja hendak mengetik kata pertama. Tiba-tiba Hp-nya tergelincir. Seperti ada yang menghempas tangannya dengan sengaja. Anjani terkejut seraya celingukan menyapu seisi kamar. Menyadari kalau kejadian barusan bukanlah hal yang wajar.

“Siapa kamu?” tanya Anjani terbata.

Anjani diam mencengkeram dadanya. Menunggu respon dari pria yang diyakini Anjani sedang mengawasinya. 

Bruaak.

Kalender yang menempel di dinding tiba-tiba jatuh ke lantai dengan keras. Tubuh Anjani terhenyak, melirik kalender yang sudah tergeletak di lantai. Meski takut, Anjani coba melangkah mendekati kalender dan mengambilnya. Matanya menyelidik hingga bertaut pada satu tanda berwarna merah darah, tepat menandai tanggal 13, hari Jumat tiga hari mendatang. 

Lihat selengkapnya