Tangan Arka sibuk terus mencoba menghubungi teman-teman sma, kuliah dan rekan kerja kakaknya satu per satu. Di awali daftar panggilan terakhir yang sering berhubungan dengan kakaknya. Kemudian teman-teman dekat Anjani yang Arka pun mengenalnya. Seperti Dini, Anggia dan Restu. Karena mereka sering berkunjung ke rumah. Sementara ema Lastri menghubungi sanak saudara baik yang dekat maupun saudara jauh. Barang kali saja Anjani berada bersama mereka sekarang. Hingga pada satu nama yaitu Aep adik kandungnya.
“Ya teh,” jawab Aep.
“Halo Aep. Anjani ke Lembang nggak?" tanya ema Lastri.
“Nggak ada teh. Aep seharian di rumah. Anjani nggak ke sini. Memangnya ada apa?” tanya Aep heran.
“Anjani tadi siang pergi. Terus sampai sekarang belum pulang. Tapi anehnya dia nggak bawa tas dan hpnya,” penjelasan ema Lastri.
“Waduh kok bisa. Sudah telepon teman-temannya teh?” tanya Aep.
“Sudah Arka hubungi semua. Katanya nggak ada,” ujar ema Lastri.
“Tenang dulu teh. Jangan panik. Sekarang coba teteh tarik nafas dulu. Supaya tenang,” saran Aep dari ujung telepon.
Ema Lastri mengikuti sarannya. Dia menghirup udara dalam-dalam, lantas di keluarkan panjang dari mulutnya. Beberapa kali sebagai upayanya menenangkan diri.
“Coba teteh ingat-ingat. Terakhir kali pas Anjani mau pergi bilang sesuatu nggak. Misalnya mau kemana, mau ngapain, pergi sama siapa. Atau ada tingkah Anjani yang mencurigakan mungkin?” tanya Aep.
Ema Lastri diam, menggulirkan mata, mengingat-ngingat apa yang anaknya lakukan dan yang sering dikatakannya akhir-akhir ini. Ema Lastri mengingat seminggu ini, Anjani kerap kali bermimpi buruk dan melihat sosok menakutkan di kamarnya.
Setelah mengingat hal itu. Ema Lastri segera menceritakan semuanya pada Aep. Mulai dari mimpi dan kemunculan sosok pria di mimpinya.
“Oh gitu. Teh, Aep coba tanya abah Sukri ya. Barang kali abah Sukri bisa membantu. Yang Aep takutkan semua ini ada kaitannya dengan mimpi yang Anjani alami di gunung waktu itu.”
“Oiya benar Aep. Sok atuh kamu kesana.”
“Iya teh Aep sekarang pergi kesana. Tapi teteh tetap mencari, coba hubungi orang-orang yang dekat dengan Anjani.”
“Iya Aep. Teteh mau coba cari ke taman atau ke tempat-tempat yang biasa Anjani kunjungi juga,” tutur ema Lastri.
“Kalau Aep sudah sampai di rumah abah Sukri. Aep telepon teteh.”
“Iya Aep.”
Setelah telepon di tutup. Ema Lastri dan Arka pergi mencari ke tempat-tempat yang biasa Anjani datangi. Ada taman yang selalu dijadikannya tempat jogging atau sekedar menghirup udara segar. Ada juga sebuah cafe dekat rumah, tempat Anjani sering nongkrong dengan ketiga sahabatnya. Meski sekarang sudah sangat jarang. Karena ketiga temannya itu sudah berkeluarga. Dan fokus mengurus suami dan anaknya.
Pertama ema Lastri dan Arka mengunjungi taman. Arka menggunakan lampu senter di Hp sebagai penerangan. Dengan teliti dan terperinci Arka mencari ke setiap penjuru taman. Tapi tak menemukan sosok Anjani.
“Tidak ada Ma,” ujar Arka dengan nafas tersengal-sengal.
“Ema juga sudah cari ke sebelah sana. Tapi nggak ada,” sahut ema Lastri, nafasnya serupa dengan Arka. Malah terlihat lebih berat.
“Kita ke cafe itu Ma. Siapa tahu si teteh lagi ngopi disana,” ajak Arka.
Ema Lastri mengangguk lalu mengikuti langkah Arka yang berjalan lebih dulu. Keduanya berjalan menyisiri jalan raya yang tidak terlalu ramai, karena sudah pukul 10 malam. Setelah sampai di teras cafe. Arka masuk ke dalam mencari Anjani. Sementara ema Lastri menunggu di luar. Sambil terus melihat Hp miliknya dan milik Anjani. Siapa tahu ada kabar dari anak gadisnya itu.