“Bu, boleh saya pakai hijab ini untuk saya bawa pulang,” ujar Anjani pada ibu Ratna pengurus pondok pesantren itu.
“Silahkan nak, jika mau di bawa pulang,” sahut ibu Ratna sambil tersenyum manis.
“Apakah saya sudah pantas bu menggunakan hijab?” tanya Anjani lagi, membuat ema Lastri dan ibu Ratna melirik Anjani bersamaan.
“Hijab itu kewajiban seorang muslim nak. Tidak perlu menunggu siap atau tidak. Karena seyogianya manusia tidak akan pernah siap. Pada apa yang menjadi pilihan ini. Ketika ada sedikit saja niat itu. Segerakan dan Istiqomahlah. Itu perintahnya nak,” tutur ibu Ratna.
“Seperti itu rupanya. Baiklah bu. Insya Allah saya akan gunakan hijab ini. Sampai akhir nafas saya kelak,” tutur Anjani.
Ibu Ratna tersenyum seraya memeluk erat Anjani. “Alhamdulillah. Hidayah sudah sampai nak. Ibu doakan semoga kamu bisa Istiqomah dan hijab ini menjadi menuntunmu, menjadikan hidupmu lebih berkah.”
“Amin bu. Terima kasih,” ujar Anjani.
Anjani melepaskan pelukannya dan tersenyum manis pada ibu Ratna.
“Jika berkenan, ema juga bisa membawa hijab itu," ujar ibu Ratna pada ema Lastri.
Ema Lastri mengangguk pada ibu Ratna. Lantas memeluk tubuh anaknya dengan erat. Sambil menangis tersedu-sedu. Rupanya ema Lastri teramat menyesal telah melakukan perbuatan menyimpang, dan melibatkan anaknya. Bahkan hampir saja dia kehilangan anak gadisnya itu. Hanya karena egonya semata. Ema Lastri bersedih sebab pilihannya adalah salah besar. Bukannya mendekatkan diri pada Allah SWT. Dirinya justru menjerumuskan anaknya sendiri pada hal ghoib yang justru membahayakannya.
“Maafkan ema Jani, membuatmu mengalami hal seperti ini,” Ema Lastri berurai airmata di pundak anaknya.
“Tidak apa-apa. Ema lakukan semua itu demi Jani. Tak ada yang salah,” Anjani merekatkan pelukannya dan menepuk pundak emanya.
“Benar bu. Jangan salahkan diri. Sebab pilihan salah adalah menentukan pilihan paling benar untuk kedepannya. Yang perlu kita lakukan adala h mengambil semua hikmahnya," Penuturan ibu Ratna, yang menghentikan tangis ema Lastri.
“Saya hanya ingin Anjani bahagia bu,” ujar ema Lastri.
“Saya paham Ma,” ibu Ratna kembali tersenyum pada ema Lastri.
“Alhamdulillah,” ujar seseorang dari balik pintu. Rupanya Ustad Sobirin mendengar seluruh percakapan ketiganya. Dia berdiri diambang pintu dan tersenyum pada Anjani dan ema Lastri.