Apa yang menyenangkan menjadi arsitek? Barangkali, daya kreasi yang mengubah peradaban manusia. Atau sekadar ingin selalu dikenang dalam ingatan manusia yang pendek. Aku tak berbicara omong kosong. Contohnya tak usah jauh-jauh, sebut saja Candi Prambanan. Kekuatan arsitektur mampu melahirkan sebuah candi hindu termegah dan terbesar pada masa Jawa kuno, sekitar abad ke-9 masehi. Menurut data ilmiah, candi ini dibangun oleh Raja Rakai Pikatan sebagai candi tandingan dari candi Borobudur. Siapa nyana, candi ini mampu melahirkan legenda Roro Jonggrang yang hingga saat ini begitu popular. Kisahnya dipentaskan menjadi drama atau sendratari oleh pelaku seni. Dan, walaupun telah berusia ribuan tahun masih tetap dilestarikan, dikagumi, dipuja dan mampu menggerakan ekonomi di Prambanan. Kekuatan seni arsitektur memang sehebat itu.
Jangan tanya apa tujuanku menjadi arsitek. Aku bukan orang ambisius. Juga bukan orang apatis. Aku selalu mampu mengukur kemampuanku sendiri dan menetapkan tujuan akhir. Di antara arsitek di perusahaan tempatku bekerja, aku adalah yang termuda. Usiaku 25 tahun, cumlaude dari universitas bonafid, cantik, mampu beradaptasi dengan cepat, bertanggungjawab, cekatan, dan yang paling menonjol adalah aku menyukai tantangan. Kata orang, tidak semua wanita mampu memproduksi hormon adenalin sebanyak yang kumiliki. Inilah yang membuatku terlihat lebih menarik ketimbang wanita lain. Tidak munafik, aku memiliki banyak gebetan yang sekadar menemaniku nonton di bioskop pada hari libur, chat hahahihi untuk menghibur hariku yang sepi dan suntuk. Atau cuma teman ngobrol yang menyenangkan.
Banyak yang mengajakku menikah atau pacaran. Hebatnya, semua kutolak. Dari yang hanya memakai BMW hingga Lamborghini. Dari yang memiliki pekerjaan sebagai pengacara hingga CEO perusahaan. Mereka tak lebih menarik ketimbang blue print yang tengah kupegang.
Blue print apartemen termegah se-Jakarta. Sebuah bangunan yang dipercayakan padaku. Sebagai ketua tim, aku harus berusaha membuktikan pada dunia bahwa wanita juga mampu berada di dunia kerja yang didominasi oleh pria. Jadi, urusan yang mampu ditangani perempuan, tak hanya melulu urusan domestik rumah tangga.
“Bu Jovanka, selamat siang.” Mandor Hamidi menghampiriku. Dia tergopoh-gopoh dengan tangan berkeringat.