Banjir kembali merendam Masamba, Luwu Utara.
Warga masih trauma dengan Banjir Bandang yang menyapu Masamba, Luwu Utara.
Kondisi Masamba terkini sudah cukup aman, evakuasi korban sudah dilakukan dari beberapa hari yang lalu.
Akibat banjir, anak-anak terpaksa menunda belajar.
Berita itu merebak, dari Sabang sampai Merauke. Mengundang tangis dan doa dari media sosial. Di tengah masa yang serba susah, bencana hadir sebagai petunjuk untuk berserah. Sebab pada keadaan buntu, berserah adalah jawaban yang paling tepat untuk kembali mengingat Sang Maha Kuasa. Bencana di Masamba, membawa beberapa relawan datang. Mungkin tidak banyak membantu, tetapi setidaknya cukup.
Di Masamba ada 4 titik posko pengungsian yang jaraknya cukup jauh dari satu titik ke titik lainnya. Di setiap titik, terdapat relawan yang bertugas untuk satu bulan penuh. Namun demikian, mereka tetap saling menjenguk barangkali ada hal-hal yang kurang dan perlu bantuan lebih.
Sore itu, langit sedikit mendung dengan semilir angin sepoi-sepoi. Anak-anak kecil berlarian tak jauh dari jejeran tenda tempat mereka tidur. Gelap belum menyapa, dan tangis mereka belum kelihatan juga. Menjelang tidur, mereka suka rewel dan minta pulang. Tanpa mereka tau bahwa rumahnya sudah rata oleh tanah.
Sebuah mobil yang baru saja pulang dari posko pengungsian 2, disambut hangat oleh anak-anak di posko pengungsian 1. Kakak-kakak relawan yang turun langsung dikerumuni anak-anak yang sedang bermain.
"Halo Kak!"
"Kakak habis dari mana?"
"Yeay! Kakak pulang!!"
Satu persatu relawan turun mobil dan menanggapi pertanyaan dari anak-anak, salah satunya Snow. Gadis dengan rambut sebahu yang dikuncir kuda itu menggendong seorang bocah yang tiba-tiba saja berlari menghampirinya.
Snow tersenyum. "Hai, kangen ya sama Kakak?"
"Iya!! Yesi kangeeeeennn banget sama Kakak. Emang, Kakak habis ke mana?"
"Hm... Kakak habis main. Nengok teman Yesi di sana."
"Jauh?"
"Jauh. Makanya Kakak pakai mobil."
Yesi dan Snow menunduk seketika saat seorang bocah menarik ujung baju Snow. Dilihatnya bocah lelaki dengan baju biru lusuh yang gambarnya sudah tidak jelas superhero apa, terus menerus menarik ujung baju Snow.
"Kak, Yesi diturunin. Nanti jatuh." Ucapnya.
Snow tertawa sembari menurunkan Yesi. Kemudian, ia mencolek hidung mungil bocah kecil itu. "Duh, galak banget sih jadi Abang."
"Iyalah. Nanti kalau Yesi kenapa-napa gimana? Dika yang dimarahin Ibu."
"Eleh, di depan orang saja Abang baik. Kalau di rumah, senang sekali jahilin aku." Sahut Yesi.
"Bukan Abang yang jahil, kau saja yang tidak bisa diajak bercanda."