Pagi-pagi buta, Snow dan para relawan lainnya sudah bangun. Bahkan sebelum subuh tiba, dapur mereka sudah mengepul asap dan bau makanan. Snow yang masih mengenakan baju tidur dan belum mandi, beranjak membantu teman-temannya di sana.
"Dev, kita jadi bikin nugget buat anak-anak?" tanya Snow seraya mencepol rambut sebahunya.
"Yoi. Eh Snow, lo bisa potongin wortel sama kentangnya jadi kecil-kecil gak?"
"Oh, bisa-bisa. Kecil-kecil banget kan?"
"Hooh. Itu ada di deket kompor."
"Siap."
Snow dan beberapa orang sibuk memasak, sedangkan lainnya mempersiapkan hal lain. Tak lama kemudian, tiba-tiba ada suara yang cukup bising di dekat rumah singgah relawan. Entah apa yang terjadi, yang jelas itu membuat Snow penasaran.
"Ada apaansi kok rame banget di luar?" tanya Snow pada teman-temannya.
"Kayaknya ada data baru soal korban hilang yang udah ditemukan deh."
Snow mengangkat alisnya. "Oh ya? Pantes sih. Eh, ini potongannya gak kekecilan kan ya?"
"Mantap! Emang dah, lo mastah banget kalau soal potong memotong!"
"Haha, yakali."
Snow melanjutkan aktivitasnya, sama seperti yang lain. Hingga suara gaduh kembali membuatnya penasaran.
"Apaan nih?! Kenapa datanya cuma segini?! Kenapa gak ada nama Ibu sama Bapak saya?!!"
"Mohon maaf, kami masih dalam tahap pencarian. Mohon bersabar, akan kami usahakan."
Snow mengerutkan dahinya. Suara itu, seperti ia kenal. Karena sangat familiar, Snow bangkit dan izin kepada temannya untuk pergi sejenak. Sampai di depan rumah, ia menemukan Virgo sedang marah-marah kepada tim relawan yang baru saja selesai menempelkan data korban hilang yang telah ditemukan dan diketahui identitasnya.
Snow terkejut dan langsung menghampirinya.
"Kalian ngapain aja?! Kenapa belum nemuin Ibu sama Bapak saya?!"
"Igo!" Pekik Snow sembari berlari kecil, kemudian langsung menarik Virgo beberapa langkah ke belakang.
"Nama Ibu sama Bapak saya gak ada! Mereka gak becus kerjanya!"
"Igo!!"
Bentak Snow cukup lantang dan membuat Virgo terdiam. Napas lelaki itu naik turun dan amarahnya juga belum reda. Namun Virgo sudah diam. Snow mengisyaratkan teman relawannya untuk pergi supaya tidak terjadi pertengkaran lagi.
Setelah hanya tersisa ia dan Virgo, Snow menatap Virgo yang ternyata lelaki itu sudah menatap dirinya.
"Nama Ibu sama Bapak saya, Snow. Gak ada satupun yang terpampang! Dari kemarin, gak ada!" Virgo menitihkan air mata.
Snow menggandeng tangan Virgo untuk menjauh dari tenda, supaya tidak menimbulkan kebisingan yang akan mengganggu orang-orang mengingat ini masih petang dan subuh juga belum datang.