Hari ini sudah memasuki pertengahan bulan mereka singgah di Masamba. Banyak hal yang sudah mereka lakukan di sana, mulai dari main sama anak-anak, ngobrol dan berteman sama penduduk setempat. Namun, Snow belum juga menemukan apa yang ia cari. Bahkan, ketika ditanyapun:
"Apa yang sebenarnya kau cari?"
Nihil.
Snow belum bisa menjawabnya. Namun Snow percaya, entah kapanpun itu, ia akan mendapatkanya di sini.
Siang itu jadwalnya nonton bareng film anak-anak secara random. Saat itu film yang di putar adalah salah satu film legenda di Indonesia, tujuannya untuk menghibur sekaligus memberikan edukasi kepada anak-anak mengenai legenda di Indonesia.
Ketika di dalam tenda yang menjadi satu-satunya cahaya hanya pantulan proyektor, semua anak-anak terdiam dan fokus pada film. Meskipun beberapa ada yang sedikit rusuh, tetapi suasana kali ini cukup kondusif.
Di dalam tenda itu, Snow duduk paling belakang bersama Abim dan Citra. Sedangkan di depan ada Mega, Dwi, dan Johan. Snow duduk tak jauh dari anak-anak. Diam, ikut menikmati suasana yang belum pernah ia rasakan.
Damai sekali, ketika ia bisa berguna bagi orang lain. Setidaknya itu cukup meredakan rasa bersalahnya sebab tidak berguna bagi keluarga. Menjadi kakak, ia gagal. Menjadi anak, ia gagal. Dan dengan berbuat baik pada orang lain ia merasa berguna.
Di antara lamunannya, Snow sadar ssaat tiba-tiba ada seorang bocah lelaki duduk di sampingnya. Snow sedikit terkejut, karena bocah itu adalah bocah lelaki yang sempat menarik perhatiannya. Bocah yang selalu diam dan terlihat pemalu.
Ditanyailah bocah itu oleh Snow. "Hei, kok malah mundur duduknya?"
Bocah itu diam dan hanya melirik Snow sekilas kemudian menundukkan kepala.
"Nama kamu siapa? Kita belum kenalan ya?" tanya Snow yang masih berusaha berkomunikasi dengan bocah itu.
"Rafa."
"Ohh, Rafa. Rafa kenapa? Mau ke toilet?"
Rafa menggeleng. "Rafa gak tau itu film apa. Dari pada Rafa nutupin temen-temen Rafa yang mau nonton, mending Rafa pindah ke belakang."
"Emang biasanya Rafa suka nonton film apa?"
"Rafa gak suka nonton film, tapi Rifa suka."
"Rifa siapa?"
"Adik aku."
"Ohhh, yang mana?"
Mata bocah itu mendadak sendu. Meskipun pencahayaan begitu minim, tetapi Snow mampu menangkap kesedihan Rafa di sana.
"Rifa hilang. Kata Ibu, dia lagi main ke rumah Tuhan."
Deg.
Jawaban polos bocah itu membuat dada Snow bergetar.
"Kaka tau alamat rumahnya Tuhan enggak?"
"Hah? Em, Rafa. Biarin aja Rifa main ke rumah Tuhan. Di rumah Tuhan itu enaaaakkk banget. Apa-apa serba ada. Rafa gak usah khawatir ya. Rifa pasti bahagia di sana."
Rafa cemberut seketika. "Padahal, Rafa udah janji, kalau Rifa pulang bakalan Rafa beliin al-qur'an. Tapi kalau Rifa betah di rumah Tuhan, Rafa ngasihin al-qur'annya gimana dong?"