Sulung

Ayeshalole
Chapter #13

13.

Kira-kira sudah sekitar tiga bulan, dan saat itu aku sudah mendapat pekerjaan part-time di salah satu cafe. Meskipun gajinya tidak terlalu besar, setidaknya cukup untuk menutup kebutuhanku dan adik-adikku.

Malam itu aku pulang cukup larut, sekitar pukul setengah sebelas malam. Setelah seharian aku kuliah, kerja kelompok, dan berakhir kerja, akhirnya aku bisa pulang dan merebahkan badan. Namun ekspetasiku terlalu tinggi malam itu, sebab realitanya di rumah benar-benar membuatku menyesal untuk pulang.

Baru saja aku menaruh sepatu di rak depan, suara keributan dari dalam rumah terdengar jelas. Bagaimana suara tinggi Bunda bertemu dengan suara tinggi Windy.

"Kamu itu kalau diomongin jawab terus! Kamu Bunda sekolahin biar ngerti caranya ngehargai orang tua, Windy!"

"Bukannya aku gak mau bantuin Clo nugas, tapi aku juga punya tugas Bunda!"

"Kalau gak mau, kan bisa dijawab baik-baik."

"Tau ah! Aku salah terus di mata Bunda!"

Aku menutup pintu setelah aku masuk ke rumah. Menatap kepergian Windy yang menghentak-hentakkan kakinya dan menutup pintu kamarnya dengan keras. Dalam hati, aku cukup penasaran perihal pertengkaran yang terjadi.

"Bun---"

"Kaka liat kan, adiknya? Apa-apa dibanting! Ngehentak-hentakkin kaki! Kalau bukan Kakanya yang ngajarin, siapa coba?!"

Aku terdiam.

Aku baru pulang dan bahkan tidak tau apa yang terjadi, tapi aku ikut disalahkan? Oh Tuhan, apa lagi ini?!

"Kamu juga, sibuk pacaran terus! Pulang malam, diantar cowok, Bunda malu sama tetangga! Kamu kalau kasih contoh ke adik kamu yang bener dong. Besok, kalau sampai Bunda lihat kamu pulang diantar Adit, awas ya!"

"Bun---"

"Tuhkan. Gimana adiknya gak suka ngejawab Bunda, kalau Kakanya aja ngajarinnya begitu. Kaka ngejawab Bunda di depan Clo, pasti suatu saat Clo bakal ngelakuin hal yang sama. Bunda capek sama kalian semua!"

Bunda berlalu pergi, tersisa aku dan Clo di ruang tengah. Aku hanya meliriknya sekilas sebelum akhirnya aku memilih ke kamar. Air mataku mengalir seiring dengan hancurnya hatiku. Sejak hari itu, aku selalu dihantui rasa bersalah. Setiap kali Windy atau Clo berbuat kesalahan hingga membuat Bunda marah, aku selalu merasa bahwa aku gagal menjadi seorang Kaka.

Sejak saat itu juga, harapku hanya satu, yaitu:

Semoga Bunda bisa tau, bahwa setiap hari aku selalu belajar untuk jadi lebih baik lagi meskipun masih merasa gagal berkali-kali.

***

Berada di tengah keramaian ketika kita menginginkan kesendirian dan ketenangan hanya akan membuat kita merasa asing. Asing di tengah bising. Ketika bisingnya kepala harus bertemu dengan bisingnya keadaan, keduanya menjadi hal yang sama-sama ingin di dengar tanpa ada yang mau mengalah.

Perasaan Snow campur aduk sekarang. Tidak bisa didefinisikan entah itu perasaan kecewa, marah, sedih, atau yang lainnya. Yang jelas, Snow merasa marah, tetapi ia tidak tau harus marah dengan siapa. Snow merasa terluka, tetapi tidak tau karena apa. Snow merasa sedih, tetapi ia juga tidak tau mana hal yang pasti yang benar-benar membuatnya bersedih.

Semuanya melebur menjadi satu perasaan. Menjadi emosi yang lagi-lagi membuat Snow terus mencari penawarnya.

Namun, nihil.

Ia tidak menemukannya juga.

Semuanya melayang di kepala. Berputar-putar bagi lagu kematian yang mengiringi langkah Snow menuju kebuntuan.

"Snow?"

Snow menerjapkan matanya beberapa saat, menatap sekelilingnya dan menyadari bahwa ia masih duduk di bawah pohon rindang di samping rumah singgah. Kinu, matanya beralih menatap seseorang yang baru saja ia sadari kehadirannya.

Lihat selengkapnya