"Makasih ya, gue suka banget sama hasil dress-nya. Seriusan deh, gue gak expect bakal sebagus itu. Keren lo!"
"Iya, makasih juga udah jahit baju di gue. Semoga Clo suka ya."
"Pastilah dia bakal suka. Tau gak, dia tuh pengin masuk fashion design kayak lo."
"Wah, gue dukung!"
"Haha, yaudah ya gue balik. Badan remek nih baru pulang."
"Iya deh, sana balik. Hati-hati di jalan. Salam buat Mega."
"Iya, dadah!"
Snow melambaikan tangan sebelum benar-benar pergi dari rumah Regita---teman SMA-nya yang saat ini sedang mengambil studi fashion design. Snow meminta Regita untuk mendesainkan dress selutut dengan lengan pendek untuk hadiah ulang tahun Clo. Karena Clo sangat suka dengan dunia fashion dan design, Snow harap Clo akan senang jika diberi dress yang langsung di designkan dari fashion designer-nya langsung.
Karena rumah Regitu terletak di dalam koplek perumahan sederhana yang memiliki banyak tikungan, kadang Snow suka bingung. Ia sudah sedikit lupa jalan rumah Regita karena sudah lama tidak berkunjung. Di pertigaan, Snow menghentikan langkah. Ia lupa harus belok kanan atau kiri.
"Ini kanan apa kiri yang bener nih?"
Belum sempat ia selesai berdiskusi dengan ingatannya, tiba-tiba seorang Mbak Ojol datang menghampiri Snow dengan tergesa dan panik.
"Mbak! Tolongin saya Mbak! Tolongin!"
"Kenapa Mbak?"
"Saya habis kena tabrak lari terus penumpang saya pingsan! Bantuin saya bawa penumpang ke rumah sakit, Mbak!"
"Oh, ayo Mbak! Saya tolongin!"
Snow dan si Mbak Ojol berlari ke tempat kejadian dimana si Mbak Ojo kena tabrak lari. Setelah sampai di sana, kedua manusia itu berusaha menggotong si penumpang supaya naik ke motor. Untungnya, saat itu ada beberapa orang lewat dan mereka mau membantu. Alhasil, si penumpang yang pingsan bisa diangkut ke atas motor dengan Mbak Ojol di belakangnya yang memegangi.
"Mbak! Ayo jalanin motornya! Nanti keburu parah penumpang saya!"
Snow mendadak diam.
Tubuhnya mendadak kaku.
"Mbak!"
Snow menerjapkan mata. "Eh, i-iya Mbak."
Snow naik ke atas motor dan menggenggam stir dengan tangan gemetar. Ia menggeleng pelan, kali ini ia tidak boleh gagal dan harus bisa melawan rasa takutnya. Harus. Begitu ucap Snow pada dirinya sendiri.
Setelah cukup lama sampai kena omel si Mbak Ojol, akhirnya Snow mulai menjalankan motornya. Perlahan, tapi pasti.
Setelah sampai di rumah sakit, si penumpang langsung dibawa ke UGD untuk diperiksa. Sedangkan Snow dan si Mbak Ojol memilih duduk di ruang tunggu. Saat itu, Snow hanya bisa melamun. Ia tidak menyangka bawa hari ini ia akan mengendarai motor lagi. Hari ini ia bisa melawan rasa takutnya. Meskipun sampai sekarang badannya masih gemetar, tetapi yang jelas, ia sudah tidak setakut kemarin.
"Mbak, makasih ya. Saya gak tau kalau gak ada Mbak bakal begimane jadinya. Soalnya tadi bener-bener sepi gak ada orang sama sekali!" Ucap si Mbak Ojol.
Snow tersenyum sembari memeluk paper bag berukuran sedang dengan badan sedikit gemetar. "Iya Mbak sama-sama."
"Yaudah Mbak, saya ke kantin dulu yak. Laper juga ngangkut orang pingsan. Mau ikut? Saya traktir deh."
"Enggak Mbak, saya mau pulang aja."
"Yaudah, hati-hati ya. Sekali lagi makasih."