"Hei."
Snow menoleh ketika seseorang menghampirinya. "Hai. Gimana? Udah selesai?"
"Belum, bentar lagi."
"Eh, ini makanannya. Udah makan nasi?"
Adit mengangguk sembari menerima jajanan yang diberikan Snow. Namun, mata Adit juga tidak bisa lepas dari Virgo. Seolah kehadiran lelaki itu membuat Adit merasa terganggu.
"Jadi sekarang udah berani naik motor, hm?" Tanya Adit seolah berusaha mengumbar rasa perhatiannya pada Snow di hadapan Virgo.
"Diboncengin. Kamu tau gak, tadi aku naik motor ngelewatin jalanan yang indaaaaahhhh banget! Yakan Go?"
Virgo tersenyum lebar sembari mengangguk. Namun, Adit hanya mengalihkan pandangan.
"Yaudah, habis ini langsung pulang ya. Aku masih harus masang keran dan segala macam. Makasih kamu yang datang."
Snow mengangguk. "Okey. Semangat yaaa. Salam buat yang lain."
"Oke." Kini, Adit beralih menatap Virgo dengan senyum kecil. Ia menepuk bahu lelaki yang akan membawa Snow pulang. "Hati-hati bawa motornya."
"Pasti."
Setelah melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan, Snow dan Virgo benar-benar melaju untuk segera pulang. Kembali melintasi jalanan indah tadi. Kali ini, Snow sedikit lebih tenang dan rileks. Gadis itu sudah bisa bernyanyi sembari menatap keindahan alam sekelilingnya.
"Kalau disuruh bolak-balik setiap hari dari pos 1 ke pos 2 dan harus ngelewatin pemandangan seindah ini sih, jauh juga aku tetep mau!" Ucap Snow sembari mendongak menatap awan yang terus mengikutinya.
"Sendirian?"
"Ya jangan dong, kan aku gak berani nyetir motor."
"Terus sama siapa?"
"Sama siapa aja!"
Virgo tersenyum ketika matanya melihat Snow lewat kaca spion. Gadis itu tampak begitu senang. Suara tawa Snow membuat kekosongan hati Virgo merasa terisi dan hampa dirinya terasa sirna.
Tenang dan bahagia.
Seolah kehadiran Snow membuat semuanya lebih baik. Membuat kehilangan Virgo sedikit berwarna. Membuat kesedihan Virgo perlahan pudar. Membuat luka Virgo perlahan terobati.
Snow seperti jawaban yang dikirim Tuhan atas doa-doa Virgo.
Di pertengahan jalan, Snow berubah diam. Tidak lagi bernyanyi sembari menatap sekelilingnya. Tidak lagi tersenyum dengan mata berbinar. Gadus itu berubah seratus delapan puluh derajat. Entah apa yang terjadi, Virgo tidak tau. Kemudian, tanpa Virgo duga, Snow memeluk lelaki itu. Dipeluknya sangat erat, seolah memberi isyarat bahwa ketakutannya datang lagi.
Virgo mengusap tangan Snow yang berada di perut lelaki itu. "Masih takut ya?"
Snow hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Jangan takut, ada saya."
"Memangnya kalau ada kamu, ketakutanku akan hilang? Kan tidak."
Virgo sedikit meringis mendengar jawaban Snow yang terdengar mengiris hati. "Hm, enggak sih. Tapi saya mau bantu kamu untuk melawan trauma kamu."
"Memang bisa?"