Snow ke luar rumah dan benar, ia menemukan Adit yang sedang duduk di kursi depan. Gadis itu menghampiri seseorang yang sekarang adalah kekasihnya. Ia duduk di kursi sebelah Adit.
"Hei." Sapa Snow yang membuat Adit menoleh sembari tersenyum.
"Hei, kukira kamu udah tidur."
"Baru jam setengah delapan. Oh iya, kamu mau minum apa?"
"Hm.... Aku mau ajak kamu jalan."
"Ke mana?"
"Kayaknya tadi di depan ada pasar malam, gak jauh sih. Mau gak?"
"Akusih mau, tapi coba kutanya Bunda du---"
"Boleh. Asal pulangnya jangan kemaleman ya." Sahut Ratna yang sempat memotong ucapan Snow. Rupanya, Ratna sudah berdiri di ambang pintu.
"Ih, Bunda nguping ya?" Ucap Snow dengan wajah horor.
"Siapa yang nguping, orang Bunda mau ambil handuk yang masih nangkring di jemuran."
Ratna berlalu meraih yang membuat Snow menghela napas lega. Kemudian, Adit berdiri dan menghadap Ratna. "Tante, saya izin pinjem Snow ya? Hehe."
"Iya gak papa. Asal dipulangin ya."
"Wah, siap tante."
"Yaudah, Bunda masuk ya."
Ratna berlalu, menyisakan Adit dan Snow. Namun, tiba-tiba Snow tersadar bahwa sekarang ia mengenakan baju tidur yang dibalut cardigan yang diberikan Virgo.
"Em, aku ganti baju dulu ya?"
Adit menatap baju Snow. "Udah gak usah. Gak papa kok."
"Tapi---"
"Udah gak papa."
"Okedeh."
"Jalan kaki aja gak papa kan? Deket ini."
"Iya gak papa kok."
Adit meraih tangan Snow dan menggenggamnya erat. Menyelipkan jemarinya di antara jemari kecil milik gadis itu. Malam ini sebenarnya sama dengan malam-malam kemarin. Namun entah mengapa ada sebuah perasaan baru yang hadir setelah keduanya resmi menjalin komitmen. Ada sebuah perasaan menggelitik di dadanya. Belum lagi soal kupu-kupu yang suka beterbangan di perut. Rasanya aneh. Jalan berdua begini, biasanya gak papa. Namun sekarang merasa canggung.
Malam itu jalanan cukup ramai. Jadi setidaknya, atmosfir canggung di antara Adit dan Snow tidak begitu mencekik karena ada suara lalu lalang kendaraan sebagai pemanis.