d
“Mereka mengizinkanku untuk membawakan cerita ini di radio, asalkan menggunakan nama samaran,” kata Sumi.
“Aku harap Kurnia dan Listi tidak menghabiskan waktu pacaran mereka dengan bertengkar lagi.”
“Sepertinya akan sulit.”
Sudah sekitar dua tahun Sumi bekerja di perusahaan radio. Posisinya di sana pun fleksibel, kadang-kadang menggantikan penyiar, sementara posisi tetapnya adalah sebagai penyunting berita. Sampai suatu ketika karena dianggap punya suara yang bagus, Sumi dibuatkan program sendiri selama lima belas menit, yakni menceritakan cerita cinta dari pasangan-pasangan yang aku sendiri jarang sekali diberitahu siapa mereka sebenarnya. Program ini disusun untuk kepentingan pasar saja, supaya kelompok muda masih tertarik mendengar radio.
Hebatnya, Sumi selalu saja sudah siap dengan alur cerita yang menarik dan nama samaran untuk tokoh-tokohnya. Biasanya sebelum cerita itu disiarkan ke radio, Sumi akan terlebihdahulu meminta pendapatku. Kebiasaan ini sudah terjadi sejak awal ia menerima pekerjaan itu. Menurutku Sumi adalah pencerita yang baik. Andaikata cerita-ceritanya itu mau dikembangkan dalam sebuah buku novel, pasti karyanya bisa menjadi best seller.
“Nyonya, tadi saya tidak sengaja mendengar cerita yang anda sampaikan. Apa ini tidak masalah?” Sopir taksi itu bergabung dalam obrolan kami.