Sumi dan Fragmen Cerita Cinta yang Pendek

Robbyan Abel Ramdhon
Chapter #12

m

m

Aku masuk ke dalam rumah, dan tidak menemukan siapa-siapa kecuali sambutan denting jam yang suaranya seakan mewakili irama jantungku. Sumi seharusnya sudah tidur bersama neneknya. Aku lekas pergi berbaring ke kamarku. Membayangkan bagaimana selanjutnya nasibku di tempat ini. Kepalaku menjadi pening memikirkan kembali hasrat bodoh yang tak mengenal sabar itu. Aku sempat menyusun semacam misi melarikan diri dan obsi-obsi lain yang kalau dipertimbangkan lagi sama cerobohnya dengan kesalahanku.

*

Hari ini aku tidak dibangunkan oleh Sumi, tidak seperti biasanya. Aku kembali mengawasi isi ruangan, bukan untuk menghafal rincian barang di dalamnya, bukan untuk terpukau terhadap bagaimana Sumi menyusun tetralogi Pulau Buru dan Supernova milik Dee Lestari di rak bukunya, tapi untuk memastikan tubuhku belum tercincang.

Mulanya aku agak ragu-ragu melangkah keluar.

“Suara napasmu keras sekali, kemari sebentar. Bawa brem yang kau beli semalam,” perintah Sumi dari ruang tengah.

Tapi perintah Sumi segera mengendalikan tubuhku yang seketika dilanda meriang. Aku mengambil dua botol brem yang kusimpan di bawah ranjang. Brem itu terlepas dari genggamanku. Tergelinding keluar. Tanganku kehilangan kekuatannya. Tanpa melihat wajahku, aku bisa memastikan kini bibirku sudah berwarna pasi.

Lilik duduk bersama Sumi. Namun ia segera menengok ke arah lain, berusaha menghindari kontak mataku.

Aku meletakkan dua botol brem itu di atas meja.

“Maaf,” kataku, dengan berkesimpulan bahwa Sumi telah mengetahui kejadian semalam.

Ia segera menuangkan brem yang kuletakkan tadi ke dalam sebuah gelas kaca. Lalu dengan isyarat tangan, menyilakanku meminumnya.

Lihat selengkapnya