Semenjak senyumanMu yang icikiwir sangat merobek-robek ruang pandangan aku yang dipenuhi oleh aneka barang dan makhluk di suatu trotoar. Aku terpaku saat tepat senyumanMu mengecup tuan-tuan dan nyonya-nyonya yang dihormati sebagaimana mestinya kini setidaknya memunculkan kira-kira kecepatan senyumanMu menembus mata aku: 50000 kilometer perjam menembus segala yang ada.
Sejak saat itu, dunia membenci aku. Mungkin ini firasat buruk saja tetapi pandangan orang-orang saat melihat aku seperti dipaksa memakai topi raksasa tatkala motor ceper jok sofa panjang memenuhi jiwa aku yang sedang memalu senyumanMu lewat pointilis yang sigma.
Pura-pura sigma padahal ligma...." Sejak kapan kata itu hadir dalam bentuk dibonceng. Aku pun terdiam, mungkin ini salah dengar saja. Aku adalah sigma yang tak suka memegang secangkir kopi sembari berucap aneh-aneh yang dibalutkan 'pura-pura sigma padahal misoginis'. Akan tetapi, suara itu mengulangi kata yang sama yang buat aku sedih menjadi serigala nolep.
Aku gelisah dan selalu meng-sambo senyumanMu hadir di mimpi maupun coret-coretan tembok yang kotor dipenuhi ide dan mimpi yang sudah mati tergantung orangnya dalam menyikapi ana conda bergelut dengan waktu walau anak sekecil itu sedang berjuang melawan jaringan lemot.
"Aaaaa ... Sejak kapan aku mencintaiNya, yaa ... kalau memakai pandangan seekor elf, ya, ini sudah sampai 10000 tahun tetapi aku bukan seekor elf berarti 4 bulan senyumanNya masih berputar-putar gila di dalam bola mata aku sambil kebingungan: apakah aku benar-benar cinta sama kamu? Atau hanya bentuk kepedean segede surya pinjam dulu seratus nanti aku ganti lewat tama yang berselancar di antara kapal karam."
"Jujur saja, gue enggak paham apa yang lu ceritakan. Lu mang gak bisa apa cerita pelan-pelan, enggak usah belepotan. Ehh! Bukan, deh. Mang lu enggak bisa cerita yang biasa aja, enggak usah ngaco? Ngelantur lu. Gue paham mungkin lu malu-malu cerita soal cinta lu ke gue tetapi bukankah lebih malu kalau cerita lu enggak jelas? Jangan-jangan kisah cinta lu mang gak jelas?"
"Aku sungguh merusdi kalau disodikin cinta padahal aku sendiri tidak tahu apakah aku memang jatuh cinta kepadaNya ...."
"Kenapa lu gak yakin itu cinta? Kan lu daritadi cerita soal dirinya sampai-sampai tak jelas."
"Apakah ketidakjuanlah bisa dikatakan cinta?"
"Yaa, itu bukti bahwa rasa cinta lu membuat lu tak terkendali. Kata orang mah: cinta mampu membuat orang jadi gila.
"Menurutmu, apakah aku gila?"
"Gila? Gila cinta, lu mah!"
"Maksud aku, gila seperti orang gila!"
"Yaaa, lu orang gila cinta!"
"Bukan! Bukan! Maksud aku, orang gila yang sigit-rendang."
"Hmmm ...."
"Bagaimana?"
"Hm."
"Bagaimana!?"
"H—"