Jambi, Agustus 2019
Ran turun dari bus Family Raya yang membawanya dari terminal Poris di Tangerang menuju Kabupaten Bangko, Jambi. Di depan sebuah ruko-ruko pinggir jalan yang kelihatan masih baru bus itu berhenti, menurunkan penumpang yang tumpah ruah bersama segunung bawaan mereka. Ini musim liburan kuliah semester genap, Ran datang jauh-jauh ke mari setelah memohon pada sahabat yang dulu seindekos sekaligus sejurusan dengannya di kampus, Shiwa.
Ran menggendong satu-satunya tas yang ia bawa dalam perjalanan ini. Ia segera menelepon Shiwa, mengabari bahwa ia sudah sampai di Bangko. Jalan raya di depannya kosong melompong, tak ada satu kendaraan pun yang lewat. Toko-toko di pinggir jalan juga sudah tutup. Sejak lima jam yang lalu bulan sudah menggantung di langit. Agaknya bus ini sampai terlalu malam untuk kota kecil di selatan Jambi ini.
Lima belas menit kemudian Shiwa datang dengan mobil kijang hijau botolnya. Ia memeluk Ran erat-erat sebelum menggiringnya masuk ke dalam mobil. Sudah satu tahun sejak terakhir mereka bertemu. Rasa rindu yang pekat menyelimuti seisi mobil. Kenangan masa kuliah berkelebatan di kepala Ran dan ia masih tak percaya akhirnya bisa bertemu kembali dengan cewek jenius ini.
Mobil mereka melaju melewati daerah yang sepertinya pasar—semua tokonya sudah tutup—terus lurus menyeberangi sebuah jembatan yang berdiri di atas sungai yang hanya bisa Ran dengar suara arusnya saja.
“Sepi banget, ya, Wa. Padahal kalau di Jatinangor jam segini pasti masih ramai banget.”