Sumur Tujuh Di Puncak Banten

Rana Kurniawan
Chapter #3

Penjaga Jalur Barat

Hutan di jalur barat Gunung Karang terasa seperti dunia lain. Kabut turun perlahan, menelan pohon-pohon tinggi dan jalur setapak yang nyaris tak terlihat. Rana melangkah dengan hati-hati, mengikuti garis samar di peta tua. Suara gemericik air dan burung malam bersahutan, tapi di antara semua itu, ia merasa ada sesuatu yang lain — sesuatu yang mengamatinya sejak tadi.

Udara makin dingin. Daun-daun basah meneteskan air ke bahunya. Ia berhenti sejenak di bawah pohon besar, mengatur napas. Saat itulah ia mendengar langkah kaki di belakangnya. Perlahan ia menoleh — tak ada siapa pun.

Namun ketika ia menatap ke tanah, ia melihat jejak kaki basah di atas tanah lembut, mengarah ke arah berlawanan. Ukurannya kecil, seperti telapak anak kecil. Rana merinding. Ia mengikuti jejak itu beberapa meter, hingga tiba di sebuah celah batu besar yang tampak seperti gerbang alam.

Di sana, di antara kabut putih yang tebal, berdiri seorang lelaki tua berjubah hitam, wajahnya tak begitu jelas karena tertutup tudung. Suaranya berat namun tenang.

“Kenapa kau datang ke sini, anak muda?”

Rana menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya.

“Aku mencari Sumur Tujuh. Aku ingin tahu kebenaran di balik legenda itu.”

Orang tua itu mengangguk pelan. “Banyak yang datang dengan niat yang sama. Tapi tak semua bisa menanggung akibatnya. Gunung ini bukan tempat mencari jawaban dengan logika, melainkan dengan hati.”

Lihat selengkapnya