SUNAN PAKOEBOEWONO X

Arfian Adita
Chapter #2

Riwayat Sunan Pakoeboewono X

RIWAYAT SUNAN PAKUBUWANA X

Pagi itu tanggal 29 November 1866 suasana kedhaton begitu meriah. Burung-burung berkicau bersahutan sebagai pertanda hadirnya sebuah kebahagiaan. Terlihat wajah-wajah yang tadinya tegang kini berubah menjadi raut muka penuh keceriaan. Dari lantai paling atas Songgo Buwono terdengar suara abdi dalem membunyikan tambur berkeliling mengitari Panggung. Dari kejauhan sayup-sayup terdengar gamelan Kodok Ngorek Sitihinggil yang bersahutan dengan dentuman bunyi meriam.

Tepat hari itu, seluruh penghuni Keraton Surakarta Hadiningrat sedang berbahagia. Seorang anak telah lahir. Tepat seperti yang diramalkan oleh pujangga terkenal R.Ng Ronggowarsito, bahwa anak itu akan lahir dengan hayu, selamat, dan tak ada suatu halangan apapun.

Raden Mas Gusti Sayyidin Malikul Kusna, begitulah nama bayi itu disematkan oleh kedua orang tuanya, Susuhunan Paku Buwono IX dan Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono, dengan harapan kelak calon putra mahkota itu bisa menjadi Raja yang memiliki kebaikan dan bisa menjadi panutan…

Raden Mas Gusti Sayyidin Malikul Kusna yang kelak menjadi Susuhunan Paku Buwono X merupakan raja dinasti Mataram Surakarta yang paling masyur dan berpengaruh. Masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwono X merupakan tahun-tahun gemilang bagi perkembangan kerajaan Jawa. Ia dikenal sebagai raja Jawa yang telah Mukti & Berwibawa,

Sosok Susuhunan Paku Buwono X memang mejadi sosok raja paling istimewa dalam dinasti Mataram- Surakarta. Istimewa, sebab banyak cerita lisan yang mengisahkan betapa saktinya sang Raja. Seorang abdi dalem keraton menceritakan tentang kesaktiannya menghentikan banjir hanya dengan menunjuk ke air bah yang sedang melanda. Konon ia juga merupakan raja yang ‘upata’ nya sangat manjur. Orang bisa berubah seketika, jika raja sudah murka dan menyumpahinya. Mungkin itu hanya sekedar cerita-cerita lisan sebagai ‘bumbu’ betapa raja atau pemimpin itu memang harus dihormati dan ditakuti, disamping kultus raja yang melekat karena memang masih mempunyai ‘kewingitan’. Susuhunan Paku Buwono X juga dikenal sebagai raja dermawan yang selalu bersedekah dengan cara menyebar udhik-udhik atau uang recehan setiap kali bepergian.

Dikisahkan, setelah 3 bulan menikah, akhirnya permaisuri Susuhunan Paku buwono IX, Kanjeng Ratu Pakubuwana ngidam ingin sekali makan gudhang pakis raja. Kemudian Susuhunan Paku buwono IX mengutus Raden Mas Inggris atau Bandara Kanjeng Pangeran Kolonel Arya Purbanagara untuk bertemu dengan Tuwan Jansemit di Gumawang, untuk membeli daun pakis raja. Raden Mas Inggris lantas segera berangkat dengan naik kuda dan ditemani seorang kerabat raja. Sesampainya di Gumawang, mereka bertemu dengan Tuwan Jansemit dan akhirnya mengutarakan maksud dan tujuannya. Akhirnya Tuwan Jansemit segera menyuruh Sungkuh untuk mengambil daun pakis raja itu. Tak berapa lama, ia sudah kembali dan membawa daun pakis raja dan segera diserahkan kepada Raden Mas Inggris. Singkat cerita, Raden Mas Inggris kembali ke keraton untuk menyerahkan daun pakis raja kepada Raja dan permaisuri.

Ketika kehamilan permaisuri memasuki bulan ke-9, ia kemduian pindah ke Kamar Gading, sebuah kamar paling timur dari nDalem Ageng Probosuyoso. Para putra, kerabat raja, dan abdi dalem laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk berjaga secara bergiliran. Sementara abdi dalem prajurit juga diperintahkan menyiapkan pakurmatan dengan membunyikan meriam dan persiapan baris-berbaris, jika sewaktu-waktu permaisuri melahirkan.

Bersamaan dengan hari Kamis Legi, 21 Rejeb tahun Alip 1795 pukul 9 malam, permaisuri Kanjeng Ratu Paku Buwono mengalami kesakitan. Para kerabat kerja yang sedang berjaga berdoa untuk kelancaran permaisuri, dan berdoa semoga bayi yang dilahirkan adalah seorang laki-laki dengan harapan kesejahteraan untuk selamanya.

Lihat selengkapnya