Vikrama melipat kedua tangan di tengah dadanya seraya bersandar pada sebuah dinding, berdiri seorang diri di depan sekolah untuk menunggu Rhea yang kemungkinan masih sibuk dengan kegiatan ekstrakurikulernya.
Angin berhembus dengan kencang, ia menatap jam pada layar ponselnya, sudah beberapa menit berlalu dan Rhea masih tak kunjung datang. Para murid telah pulang ke rumahnya, hanya menyisakan beberapa murid yang sedang berlatih/melakukan kegiatan ekstrakurikuler mereka. Mereka penuh dengan mimpi dan angan-angan yang masih halus, dan Vikrama berharap dapat memiliki ambisi untuk bermimpi seperti itu.
"Apa tidak masalah jika kamu tidak ikut berlatih bersama dengan teman-temanmu yang lainnya?" Tanya Vikrama begitu Rhea telah berada di dekatnya. "Aku akan menunggumu di sini hingga jam latihanmu selesai."
"Tidak masalah, tenang saja. Aku sudah izin pada pelatih untuk pulang cepat karena harus membantu kedua orang tuaku di Toko."
"Berbohong itu tidak baik Rhea!"
"Sesekali tidak masalah bukan? Lagipula mana mungkin aku akan membiarkanmu menunggu di sini sendirian, sementara aku sendiri telah berjanji jika kita akan pulang bersama. Kita juga sudah lama tidak bertemu, jadi seharusnya tidak masalah jika aku membolos latihan satu kali."
Vikrama menaikkan sebelah alisnya seraya tersenyum tipis. Mereka kemudian berjalan dengan langkah yang sama, pelan dan santai, menikmati setiap detik waktu yang terlewati. Suara-suara mesin kendaraan dan hembusan angin yang membuat banyak daun berguguran dari dahannya, Vikrama melihat Rhea mengubah gaya rambutnya dengan mengikatnya ke belakang, memamerkan area tengkuknya yang putih, menggoda siapa saja yang melihatnya.
"Apa sedang terjadi sesuatu yang bagus hari ini?" Tanya Vikrama dan itu membuat Rhea kebingungan. "Tidak seperti biasanya kamu mengikat rambutmu. Kamu terlihat lebih cantik dari biasanya."
Rhea terdiam untuk sesaat, mencoba mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Vikrama. Dan wajahnya seketika memerah, memegangi ikat rambutnya seraya memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Dia merasa senang karena Vikrama menyadari perubahan gaya rambutnya. "Terima kasih!"
"Apa kamu selalu pulang sendirian?" Tanya Rhea seraya tersenyum. "Apa kamu tidak pulang bersama dengan Akmal?"
"Akmal masih memiliki urusan dan ... iya seperti yang kamu lihat." Vikrama membuka kedua tangannya, sementara Rhea tersenyum diam dengan pupil yang agak sedikit melebar. "Sebelum pulang ke rumah, apakah kamu ingin pergi ke suatu tempat terlebih dahulu?"
Senyuman dalam wajah Rhea semakin melebar, "Iya!" Katanya dengan penuh semangat. Rhea berjalan mendahului Vikrama yang mengikutinya dari belakang untuk menyembunyikan senyumannya yang tak bisa menghilang, karena merasa begitu bahagia. "Tapi lebih tepatnya, kita akan pergi ke mana?"
"Aku ingin pergi ke tempat dahulu kita selalu bermain." Vikrama mengejar Rhea yang berada di depannya. "Entah kenapa aku merasa begitu rindu dengan tempat itu."
Rhea menaikkan salah satu alisnya, berdeham, "Aku sudah lama tidak pergi ke sana. Aku tidak tahu bagaimana keadaan tempat itu sekarang," katanya.
"Kamu dan Akmal tidak pernah pergi ke sana? Sekalipun?"
"Iya, semenjak kamu pergi, kami tidak pernah menginjakkan kaki kami lagi di tempat itu. Itu keputusan yang cukup berat karena kamu tahu itu adalah salah satu tempat yang membuat kita merasa begitu nyaman. Dan, sebelumnya kita sudah berjanji bukan, kita akan berhenti dan memulai hidup dengan lebih baik."
Untuk beberapa alasan, Vikrama cukup senang dengan kondisi Rhea saat ini. Penuh dengan senyuman, lebih berenergi, dan cukup menyenangkan, tidak ada lagi kegelapan atau rasa takut. Meski begitu dirinya tahu, masih ada sedikit perasaan itu dalam diri Rhea, itu tidak akan pernah hilang dan akan selalu membekas di alam bawah sadarnya, entah seberapa merasa Rhea mencoba untuk menghapusnya, masa lalu tidak akan pernah lupa.
"Bagaimana rasanya, tinggal berdua bersama dengan Ayahmu?"
"Cukup menyenangkan, kami hidup di kampung halaman Ayahku dengan nyaman. Meski pada awalnya aku merasa itu cukup buruk dan ... aku bersyukur bahwa setidaknya aku mulai sedikit menikmati hidupku. Aku menemukan kedamaian, dan Ayah mungkin juga berpikir seperti itu, hanya saja dia masih tidak bisa melupakan Ibu, bahkan hingga akhir hayatnya ia masih tetap mencintai Ibu."
Rhea menghentikan langkahnya dan memutar kepalanya untuk tersenyum ke arah Vikrama.
"Kenapa?" Tanya Vikrama