Sunflower

Siji Getih
Chapter #39

38. Menyerah

Duduk di atas pagar jembatan, menikmati sebatang rokok dan alkohol yang ia masukan ke dalam botol plastik. Di bawahnya terdapat rel kereta, yang di mana selalu dilewati oleh kereta-kereta yang keluar-masuk kota. Di atas sini, Tarani telah memutuskan untuk melompat dan membunuh dirinya sendiri ketika ada kereta api yang melintas. 

Tidak ada lagi alasan baginya untuk hidup begitu juga dengan mati. Apakah dirinya akan masuk surga atau neraka dia tak peduli. Selama ia akhirnya bisa keluar dari neraka yang sedang dialaminya, Tarani bersedia melakukan apapun. Meski dia sendiri tahu, ketika mati tidak akan ada lagi kesempatan untuk hidup, hanya akan ada kegelapan dan kehampaan. Di dalam sana dia tidak dapat kembali, ia hanya berduka, menjerit, dan terus menderita tanpa akhir. Tapi apa bedanya itu semua dengan kehidupannya saat ini?

Desing suara kereta telah terdengar dari kejauhan. Tarani berdiri, menghisap sebatang rokok dan setetes alkohol terakhir, lalu membuangnya ke sembarang tempat. Ia menutup kedua matanya seraya menghela napas lega, Tarani bersyukur karena akhirnya ia akan segera terlepas dari dunia ini.

3 ... 2 ... 1

Kereta melaju dengan cepatnya melintas di bawah jembatan, bersamaan dengan Tarani yang jatuh bebas ke bawah. Tapi setelah membuka matanya, Tarani menyadari dirinya masih belum mati dan melihat Dimas terperangah di sampingnya.

"Apa yang telah kamu lakukan sialan?" Tanya Tarani marah. Ia hendak melompat kembali ketika melihat gerbong kereta api masih melintas di bawahnya, tapi langsung dihentikan oleh Dimas dengan susah payah, "Kenapa kamu menghalangiku?" tanya Tarani begitu putus asa.

Napasnya terengah-engah, "Aku tidak ingin kehilangan lagi." Dimas menatap mata Tarani, "Kamu bebas mati, beristirahat, dan sakit. Tapi kamu tak boleh menyerah. Kamu harus tetap hidup Tara!"

"Tak boleh menyerah?" Tarani bangkit berdiri, "Hidup sengsara, aku sudah muak dengan semua itu, aku sudah sangat menderita, karena itulah aku memilih mengakhiri hidupku."

"Kenapa kamu bisa menyerah semudah itu?" Karena kelelahan, Dimas sedikit kesulitan untuk kembali berdiri. "Kamu harus tetap berusaha, dan melihat ada berapa banyak orang yang peduli terhadapmu."

"Berusaha? Menyerah semudah itu?" kata Tarani pelan, lalu tertawa begitu keras. Menurutnya ucapan yang dilontarkan oleh Dimas sangatlah konyol. "Jangan membuatku tertawa sialan!" 

"Jika memang semudah itu, lalu kenapa aku harus menyerah? Kamu kira selama ini aku hanya diam tak melakukan apapun, tak memikirkan apapun, lalu melarikan diri dari semua masalah yang terjadi dan membuang segala hal yang tak kuinginkan. Setelah semua hal yang telah terjadi, apa kamu ingin mengatakan jika menyerah adalah suatu perkara yang mudah?" Teriak Tarani dengan begitu keras, merasa kesal dengan orang-orang yang selalu mengatakan padanya bahwa terus berusaha adalah satu-satunya jalan. 

Jika dengan bersabar dan berusaha bisa membuatnya lebih baik, tidak akan ada orang yang bunuh diri atau masuk ke dalam rumah sakit jiwa karena depresi, stress, anxiety, ataupun hal-hal sama lainnya. Ada banyak sekali orang menderita psikologis memilih jalan bunuh diri, karena sudah merasa tidak kuat dengan rasa sakitnya ketika kambuh.

"Seandainya kamu tahu, menyerah lebih sulit daripada berpikir bahwa aku masih bisa bertahan." Setiap kata yang terucap dalam kalimatnya penuh dengan penekanan. "Aku selalu berpikir bahwa aku bisa bahagia jika terus bertahan, aku bisa meraih mimpiku jika aku terus berusaha, terus dan terus berpikir seperti itu hingga akhirnya aku tahu bahwa itu semua adalah hal yang mustahil."

Lihat selengkapnya