Sunflower

Siji Getih
Chapter #40

39. Rumah Sakit

Suasana di dalam rumah sakit nampak begitu hening, mereka bertiga tidak berbicara sedikitpun, mereka juga menahan kantuknya hanya untuk menunggu Dokter selesai memeriksa kondisi tubuh Tarani.

Mereka menunggu untuk waktu yang lama, butuh beberapa jam berlalu hingga seorang Dokter keluar dari dalam ruangannya. Dokter mengatakan bahwa kondisi tubuh Tarani sudah terlalu parah, dan bahkan mungkin Tarani sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Terkecuali ada seseorang mendonorkan organ tubuhnya secara sukarela kepada Tarani.

Iya itu adalah hal yang wajar jika kondisi tubuh Tarani menjadi separah ini. Alkohol, obat, rokok, Tarani selalu mengonsumsi semua itu selama setiap hari, dan dia tidak pernah berhenti mengonsumsi meskipun tahu bahwa tubuhnya telah mencapai batas.

"Aku titip Tarani sama kalian!" Pinta Dimas seraya bergegas pulang. Siangnya dia harus berangkat pergi ke Jakarta untuk mengikuti turnamen nasional bola voli. Dia juga merasa tenang menitipkan Tarani pada Vikrama dan Sri. "Kalau kalian butuh apa-apa, kirim pesan saja, nanti aku akan langsung kirim uangnya pada kalian!"

Mereka berdua sudah diperbolehkan oleh Dokter untuk masuk ke dalam ruangan Tarani. Sri dengan segera berdiri di samping Tarani, memegang erat telapak tangan Tarani, dan mulai mengeluarkan air mata secara perlahan, sementara itu Vikrama hanya diam, memandang seluruh tubuh Tarani yang nampak begitu kurus. Mereka juga dapat melihat kerutan pada wajah Tarani, dan kantung mata yang sangat menyeramkan. Sudah berapa lama Tarani tidak pergi tidur hingga bisa mendapatkan kantung mata seperti itu?

Vikrama menyadari bahwa kedipan mata Sri semakin berat tidak detiknya. Dia membawakan kursi dan selimut untuk Sri, "Jangan sampai masuk angin!" Katanya seraya tersenyum.

Sri menerima niat baik Vikrama, dia duduk dan mulai menyelimuti dirinya dengan selimut hangat. "Terima kasih!" Dia tertidur seraya memegang telapak tangan Tarani. Sementara itu Vikrama memutuskan untuk pergi tidur pada sebuah kursi yang berada diluar. Meski terasa sangat dingin, Vikrama tidak terlalu mempermasalahkannya. Ia masih khawatir apakah Tarani akan terbangun kembali atau tidak?

Entah apa yang harus dilakukan olehnya jika Tarani tidak akan pernah terbangun kembali.

Cahaya matahari pagi menyingsing naik, lorong yang semalam nampak sepi, kini ramai dipenuhi oleh beberapa orang. Vikrama yang baru saja terbangun dari tidurnya, menyadari bahwa ada banyak sekali orang yang menatap ke arahnya. Cukup menjengkelkan ketika orang-orang mulai memperhatikan dirinya, tapi Vikrama tidak memperdulikan hal itu dan segera masuk ke dalam ruangan Tarani di rawat.

Dia melihat bahwa Sri juga telah terbangun dari tidurnya, sementara itu Tarani masih tak sadarkan diri. Vikrama merasa begitu lesu, dalam hatinya ia berdoa pada Tuhan agar Tarani dapat kembali siuman. Karena menurutnya ada banyak hal yang belum pernah Tarani lakukan, dan salah satunya adalah menikmati kehidupannya. Vikrama berpikir bahwa orang-orang sangatlah berdosa jika tidak dapat menikmati kenyataan pahit yang dialami oleh umat manusia.

"Pagi!" Sapa Sri yang sedang memainkan ponselnya untuk mengirimkan pesan pada orang tuanya untuk tidak khawatir, karena saat ini dirinya sedang berada di rumah sakit untuk menemani temannya.

"Pagi!" Sapa balik Vikrama. Ia juga mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana, dan melihat ada kiriman pesan yang dari Ibu dan Kakaknya Akmal. Vikrama mengatakan pada mereka bahwa saat ini dirinya sedang berada di rumah sakit untuk menemani temannya yang tak sadarkan diri.

Ibu hanya mengatakan bahwa dia harus segera bersiap-siap karena malam ini mereka akan melakukan penerbangan pada bandara yang berada di Jakarta, sementara itu Akmal tahu dengan siapa teman tak sadarkan diri yang dimaksud. Akmal mengatakan pada Vikrama untuk menghubunginya jika Tarani telah siuman.

Dan tak lupa Dimas juga mengirim pesan kepadanya untuk menanyakan hal yang sama dan Vikrama membalas pesan Dimas dengan mengatakan jika Tarani masih tak sadarkan diri.

Vikrama melihat ada banyak sekali luka sayat pada pergelangan tangan Tarani, kantung mata berwarna biru yang menyatakan seberapa lelahnya dia, dan banyak lagi penderitaan-penderitaan yang di alami oleh Tarani, terlihat dalam tubuh fisiknya. Dalam relung hatinya yang terdalam, Vikrama berteriak memohon agar Tarani berhenti melukai dirinya sendiri, berhenti meratapi kesedihannya seorang diri. Meski tidak terlalu banyak, di sini ada orang-orang yang selalu peduli terhadapnya.

Setelah terdiam cukup lama, Sri tiba-tiba bertanya pada Vikrama, "Kenapa kamu bertindak sejauh ini hanya untuk Tara?" Tanyanya sedikit penasaran.

"Itu mudah, karen aku mencintainya," ungkap Vikrama seraya tersenyum. "Bagaimana hubunganmu dengan orang tuamu?"

"Baik. Kami selalu menghabiskan waktu bersama di waktu luang." Sri menaikkan sebelah alisnya, merasa begitu heran dengan pertanyaan yang diberikan oleh Vikrama. "Kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu?"

Lihat selengkapnya