Sunflower

Siji Getih
Chapter #42

41. Permintaan

Terduduk di atas kursi lorong rumah sakit, bersama dengan Sri, Vikrama merasa begitu cemas melihat kondisi Tarani yang semakin memburuk, sangat berbeda dengan saat sebelum dia pergi berziarah bersama Ibunya. Dimas yang baru saja tiba di lokasi bersama dengan Pito, langsung bertanya-tanya mengenai keadaan Tarani dengan panik. Lalu diikuti dengan kedatangan Rhea, Akmal, dan Deni yang juga datang untuk menanyakan kabar mengenai kondisi Tarani.

"Jika Tarani bisa bertahan hidup, berjanjilah kepadaku bahwa kalian semua akan selalu ada untuk melindunginya!" Ucap Vikrama tiba-tiba, dan mereka semua terkejut setengah mati. Ia mengatakan hal itu, karena ia tahu seberapa parah luka yang dialami oleh Tarani.

"Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja?"

Vikrama hanya menggeleng pelan, raut wajahnya pasrah dan sudah tidak memiliki harapan. Sebelumya Vikrama telah berbicara dengan seorang dokter yang menangani Tarani, tapi jawaban yang diberikan dokter itu selalu membuat Vikrama kehilangan akal. Tarani sudah mencapai batas, dan mereka semua harus siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi.

"Tidak ada hal yang baik jika semuanya menjadi seperti ini," jawab Sri realistis dengan keadaan.

Dimas berdecak kesal, "Argh!" teriaknya dengan sangat keras, sehingga menimbulkan kebisingan di rumah sakit. Semua orang tahu seberapa menyesakkan suasana saat ini, mereka berjuang keras untuk menyelamatkan Tarani, tapi tidak satupun dari mereka yang berharap akan berakhir seperti ini, sementara itu Pito meminta maaf atas kebisingan yang dilakukan oleh Dimas pada setiap orang yang berada di sekitar mereka.

"Jadi, apa saja yang Dokter katakan, perihal kondisi Tarani?" Tanya Akmal.

Vikrama menarik nafas panjang, "Overdosis obat-obatan, alkohol, rokok, semua itu membuat organ-organ dalam tubuhnya menjadi buruk. Dan yang lebih parahnya lagi, kanker hatinya sudah mencapai stadium akhir."

Itu adalah sesuatu yang wajar dan lebih aneh lagi jika Tarani tidak mendapat hal ini, mengingat berapa banyak botol alkohol yang diminum oleh Tarani setiap harinya.

"Sial." Pito memijat keningnya yang mulai terasa sedikit pusing karena kebingungan harus melakukan apa. Ini sudah jalan buntu, tidak ada cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Tarani.

"Bukankah itu artinya tidak ada harapan sama sekali." kata Dimas menutup kedua matanya yang sudah mulai berkaca-kaca ingin menangis. Dia berpikir, apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya? Kembali dengan penyesalan.

Tanpa ada satupun yang bersuara, keheningan ini menjadi keheningan panjang dalam seumur hidup mereka. Hening, sunyi, mereka semua sibuk dengan pikirannya masing-masing, menunggu sebuah keajaiban datang, dan menyelamatkan Tarani dari kematian. Tapi Sri cukup peka pada kondisi mereka semua yang hanya diam tak mengatakan apapun, "Kalian pergilah cari makan dulu! biar aku yang berjaga di sini," ucapnya, ia tak ingin terjadi sesuatu pada mereka berempat yang di mana akan membuat situasi ini menjadi semakin rumit. 

"Iya, baiklah," Dimas menatap Pito, Rhea, dan Deni, kemudian menatap ke arah Vikrama dan Akmal.

"Kalian duluan saja, aku akan tetap berada di sini sambil menunggu bagaimana kondisi terbaru Tarani," ucap Vikrama.

Sri sudah tahu Vikrama akan memberikan jawaban seperti itu. Ia pun menatap wajah Pito, Deni, Akmal, Rhea, dan Dimas, tatapan matanya seakan menyuruh mereka berlima untuk segera pergi dan membiarkan Vikrama tetap duduk di kursinya.

Lihat selengkapnya