"Permisi paket!"
Naya yang sedang menatap Leon sedih itu terkejut dan refleks berdiri seraya menatap dua sahabat Leon yang cukup menyebalkan.
"Diem kambing! Berisik banget lo!" Umpat Adit seraya memukul Lengan Raka keras.
"Oke oke santai! Eh Naya. Sendirian di sini?" Tanya Raka seraya meletakkan kresek berisi buah buahan untuk Leon di nakas rumah sakit.
"Tadi sama Kala kok. Tapi dia lagi ke minimarket, mau beli minum."
"Om Fernan?" Tanya Adit bingung.
"Om Fernan sama tante Riani lagi istirahat di rumah."
Raka tertawa. "Anak pungut berati dia!"
"Sstt! Sembarangan!" Lagi lagi Adit memukul lengan Raka keras keras.
Tak menghiraukan Raka dan Adit, Naya menatap Leon sedih dan terus berharap jika lelaki itu segera membuka matanya. Semenit setelahnya, jari Leon perlahan bergerak yang diikuti oleh ringisan pelan. Naya tak bisa menahan rasa terkejutnya lalu menutup mulut tak percaya. Mata lelaki itu perlahan terbuka. Leon mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.
"Abang Leon akhirnya lo sadar juga!" Jerit Raka histeris.
"Kamu... siapa?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Leon itu mampu membungkam ketiganya. Tidak mungkin Leon amnesia! Adit dan Raka saling pandang, bingung. Sedangkan mata Naya terasa memanas. Itu artinya... Leon sudah melupakannya? Apa cintanya juga sudah hilang? Lagi lagi Naya menutup mulut dan menahan air matanya supaya tidak menetes.
"Kalian siapa? Aku dimana?" Tanya Leon lagi seraya menatap ketiganya bergantian.
"Yon sumpah ya ini nggak lucu! Gue Raka, masa lo nggak inget sih?" Tanya Raka memastikan.
"Raka...?"
"Le..." panggil Naya dengan derai air mata.
Leon menoleh dan menatap Naya bingung. "Kamu... siapa? Kenapa bisa ada di sini?"
Naya ingin teriak saja rasanya. Ada rasa tak ikhlas saat Leon melupakan dirinya. Apa mungkin... Naya juga sudah mencintai lelaki itu? Hanya saja perasaan itu tertutupi oleh perasaan sukanya pada Rega selama 4 tahun ini.
"Le... maafin aku Le. Kamu benar soal Rega, kamu benar soal semuanya. Aku bener bener minta maaf Le..."
Naya menggenggam lengan Leon erat dan berharap jika lelaki itu mengingatnya. Ditatap dengan tatapan kosong oleh Leon membuatnya takut sekaligus marah dengan dirinya sendiri. Semenit kemudian, Naya bagai diterbangkan setinggi tingginya saat tiba tiba saja Leon meraih tengkuknya lalu memeluk wanita itu.
"Iya Nay maaf. Aku cuma bercanda." Bisiknya pelan yang masih bisa didengar oleh Raka dan adit.
Kedua lelaki itu gatal rasanya ingin melempar benda apapun ke arah leon. Naya tersenyum getir seraya terisak di pelukan lelaki itu. Bak tak ingin kehilangan Leon, Naya semakin mengeratkan pelukannya dan mencari posisi nyaman di dada Leon. Lelaki itu tersenyum tipis seraya mengelus rambut panjang milik Naya.
"Jadi?" Tanya Leon memastikan.
"Jadi apanya?" Tanya Naya balik, masih belum faham.
"Kamu... mau kan jadi-"
"Ssttt! Malu Le dilihatin Raka sama Adit. Nanti aja tanyanya."
Naya semakin menyembunyikan mukanya di dada Leon yang membuatnya tertawa kecil.
"Iya nanti deh. Eh, ah aduh Nay tangan gue sakit." Leon meringis pelan
Refleks Naya melepas pelukan mereka lalu tertawa canggung seraya menatap Raka dan Adit merasa tidak enak.
"Nggak papa nggak papa. Anggap aja kita nggak ada." Sela Raka cepat.
Mendengar itu Naya semakin merasa bersalah kepada kedua sahabat Leon karena sempat mengabaikan mereka. Naya membantu Leon duduk lalu memberinya minum. Tanpa aba aba apapun, Adit memukul kaki Leon yang patah.
"ARGH! SETAN LO DIT!" Umpat Leon seraya menatap tajam sahabatnya itu.
"Bercandaan lo nggak lucu ya!"
"Ya nggak usah mukul kaki gue setan!"
"Elah lemah lo!" Ejek Raka ikut ikutan lalu memukul Kaki Leon pelan.
"SETAN KALIAN PADA!"
Mendengar perdebatan ketiganya, Naya tertawa kecil. Kini dirinya yang tak dianggap oleh Raka dan kawan kawan. Ketiganya tersenyum canggung sebab kelepasan berkata kasar di depan Naya.