Keduanya saling pandang tak bicara sepatah kata pun. Semenit kemudian, Leon menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu menatap Naya yang menunduk malu.
"Eng, Nay."
"Iya."
"Aku tadi bisa dengar kok waktu kamu nyanyi. Suara kamu... bagus." Ucap Leon jujur.
"K-ka kamu denger Le?"
Leon mengangguk. "Iya. Jadi izinin aku untuk ngabulin permintaan kamu Nay. Cintaku nggak hilang, jadi aku mohon kasih aku kesempatan sekali lagi."
Naya diam tak menjawab.
"Jadi...?"
Naya menelan ludahnya susah payah. "Eng... iya, aku mau."
Rasanya leon ingin menjerit keras saja sangking senangnya. Dia menatap Naya yang sedang memalingkan mukanya karena malu itu lalu menggenggam tangannya. Melihat itu, refleks Naya menatap mata Leon dalam dalam lalu tersenyum tipis. Dia belum pernah melihat Leon sebahagia ini selain saat bersama Kala.
"Makasih Nay. Aku bakalan jadi cowok yang baik buat kamu. Makasih karena kamu udah kasih aku kesempatan."
Naya tersenyum tipis. "Aku yang seharusnya bilang makasih ke kamu Le. Makasih karena kamu udah menyadarkan aku, bahwa percuma saja mengejar orang yang jelas jelas nggak mengharapkan aku sama sekali."
Leon tersenyum lebar seraya menatap Naya lembut. Dia merentangkan tangannya yang kemudian di sambut hangat oleh Naya. Sungguh, Leon sangat bahagia saat ini.
"Ekhem."
Kala yang berdehem pelan membuat keduanya melepas pelukan mereka lalu saling pandang, canggung. Tak lama setelahnya, mereka tertawa karena Kala ternyata tak terbangun dari tidurnya dan hanya terbatuk pelan.
"Jadi mulai detik ini juga, kita resmi official."
"Ekhem." Kala berdehem kembali. Gadis itu tidak tidur ternyata.
***
"Eh Rak!"
"Apaan?" Saut Raka asal asalan.
"Lo nggak kepo gitu gimana Leon waktu nembak Naya?" Tanya Adit yang langsung mendapat tatapan aneh dari Raka.
Kini keduanya saling tatap tatapan karena Raka menatap lurus lurus Adit yang mebgeryitkan dahinya bingung.
"Apaan?"
"Lo ketularan virus kepo gue? Tumben tumbenan lo kepo?"
"Bukan gitu! Gue sebagai sahabat Leon sejak SMP aja nggak pernah lihat dia nembak cewek, masa lo yang belum lama bareng kita aja nggak kepo?"
Setelah memesan pesanannya pada ibu ibu penjual, Raka menarik tangan Adit untuk duduk seraya menunggu pesanan keduanya. Dia menatap Adit bingung, menimbang nimbang sejenak lalu mengangguk semangat.
"Tunggu, gue ambil pesanan dulu baru kita eksekusi Leon."
Raka segera berdiri lalu menunggu pesanan mereka semangat. Seorang wanita berdiri di samping Raka dan menyebutkan pesanan yang diinginkannya.
"Udah makan?"
"Belum." Jawab Raka spontan.
Di mejanya, Adit menutup mukanya malu sebab kini wanita itu seperti menjaga jarak dengan Raka. Ternyata dia memakai earphone seraya menelpon pacarnya, bukan bertanya pada Raka. Lelaki itu rasanya ingin menghilang saja, tapi karena pesanan yang sudah dibayar Adit sebentar lagi selesai, lelaki itu menelan bulat bulat rasa malunya. Apalagi saat ibu ibu penjual itu seperti menahan tawa.