"Permisi paket!"
Dua kalimat itu mendapatkan tabokan keras di bahunya oleh Adit sebagai balasan. Raka melotot seraya terus berjalan menuju kamar Leon bersama Adit.
"Berisik sampah!"
"Mulut mulut gue hidup hidup gue kok lo yang repot!"
"Ya karena mulut lo ngeganggu ketenangan hidup gue setan!"
"Kalian pada kalau masuk rumah orang itu nggak usah bacot napa sih! Permisi kek salam kek, ini masuk masuk suara lo kayak toa rusak, bikin pengen gue buang ke tempat sampah!" Omel Leon dari kamarnya yang hanya dibalas cengiran tak berdosa oleh Raka.
Mereka memasuki kamar Leon lalu duduk di kursi miliknya. Seakan akan sedang berada di rumah sendiri, Raka mengotak atik buku buku milik Leon setelah meletakkan "buah tangan" antimainstream hasil pemikiran pendek otaknya. Setelah membukanya, Leon terkejut dan refleks melempar kresek pemberian Raka kembali kepada pemiliknya.
"Ngapain lo masukin kecoa mainan setan! Gue kira buah yang lo kasih busuk!"
Raka tertawa melihat itu.
"Lo takut kecoa?"
"Gak takut, geli!"
"Lo sama Naya apa kabar?" Tanya Adit asal dan mengacuhkan Raka yang kembali tertawa.
"Iy-iya... em gimana ya."
"Gimana aku mau jawabnya dengan pertanyaan yang nggak jelas!" Sela Raka cepat yang diucapkannya dengan nada.
"Jangan ngejauh Yon. Lo nggak takut ada cowok lain yang bikin Naya nyaman?"
Hening, Leon diam.
"Maksud gue, kesehatan lo emang penting. Gue cuma nggak mau lo ditikung cowok lain, apalagi sama si siapa itu namanya? Re-"
"Heh! Gak usah disebut namanya! Muak gue!"
Keduanya tertawa. Di saat saat yang mengesalkan bagi Leon itu, tiba tiba pintu kamarnya diketuk dan terdengar suara Kala yang memanggilnya. Mendengar itu, seperti biasa Leon segera menyuruhnya masuk lalu tertawa kecil saat melihat Kala masuk dengan rambut sebahu yang bergerak gerak kecil. Tak lupa bando dan dress krem selutut yang dia kenakan menambah lucu penampilannya yang sudah berumur 16 tahun itu.
"Kenapa La?"
"Ada Kak Naya di meja makan, barusan dateng."
Leon agak sedikit bingung mau menjawab apa. "Eng ya... suruh masuk La."
"Meja makan itu udah di dalam rumah kita Kak, mau masuk ke mana lagi?"
Raka kembali tertawa. "Gue sama Adit mau nemenin Kala aja deh."
Lelaki itu segera menarik tangan Adit lalu menghampiri Kala di ujung pintu.
"Suruh masuk La Nayanya. Tapi pintunya jangan ditutup, meminimalisir."
Naya mendongak, menatap Leon, Raka, dan Adit bergantian, tak mengerti maksud Raka.
"Maksudnya?"
"Kita keluar yuk? Jalan jalan gitu." Ajak Raka mengalihkan perhatian.
"Nggak! Kala nggak boleh capek capek."
Raka menatap Leon tajam. "Masak masak yuk di dapur?"
"Nggak! Kala nggak boleh ke dapur apalagi kalau sampai megang pisau dan benda benda tajam."
Adit tertawa kecil mendengarnya. "Emang mood masak lo lagi ada?"
Sebelum terjadi peperangan antar ketiga sejoli itu, Kala menyela san menarik tangan Adit untuk mendapatkan perhatiannya.
"Kita ke taman yuk Kak? Bantuin Kala siram tanaman."
"Oke, ayolah kalau gitu!"
Raka semangat mendengarnya dan menarik tangan Kala sekaligus Adit untuk segera pergi dan memberikan ruang bagi Naya dan Leon untuk bicara berdua. Melihat itu, Leon melotot tajam.
"AWAS AJA YA KALAU NANTI KALA DAPET KOSAKATA BARU! GUE GIBENG LO! KALA! HATI HATI YA!"
"IYA KAK!" Balas Kala setengah berteriak.
Naya tersenyum tipis saat Raka menyuruhnya untuk pergi ke kamar Leon. Sambil memainkan ujung kemejanya, Naya menatap Leon dari ujung pintu gugup seraya sesekali menunduk. Hubungan keduanya sedikit merenggang semenjak Leon pulang dari rumah sakit seminggu setelah insiden kecelakaan itu. Dan sebulan terakhir ini, Naya pun sepertinya semakin sibuk dengan urusan kuliahnya juga dengan Leon yang sibuk belajar berjalan sebab kakinya masih belum sepenuhnya pulih.