"Leon pulang."
Kala yang dapat mendengar suara Leon dari kamar itu segera menghampiri kakaknya dengan senyum yang mengembang. Tapi senyum itu seketika luntur saat melihat muka Leon yang dipenuhi luka lebam juga darah yang mulai mengering. Sama seperti Kala, Leon pun juga terkejut sebab mengetahui Kala yang di jam segini masih belum tidur. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, sudah lewat 3 jam dari jadwal seharusnya Kala tertidur. Bertepatan dengan terlontarnya pertanyaan Kala mengenai keadaannya, Riani dan Fernan masuk ke dalam rumah sepulang dari kantor mereka.
"Kala... belum tidur?" Tanya Riani bingung. Sedangkan kini Kala malah menatap Leon memuntut penjelasan.
"Kenapa La?" Tanya Fernan yang tak kunjung mendapat jawaban dari pertanyaan istrinya itu.
"Seharusnya mama papa juga tanya ke Kak Leon hal yang sama kan?"
"Maksudnya?" Tanya Riani tak paham.
Setelah menghembuskan nafas pelan, Leon berbalik badan dan membuat Riani benar benar khawatir dengan keadaannya.
"Tadi... ada orang nggak dikenal tiba tiba nyerang Leon ma. Mau nggak mau Leon tadi harus melawan supaya nggak mati konyol di sana."
"Kita ke kantor polisi besok." Saran Fernan yang diangguki pelan oleh Leon.
"Sini mama obatin-"
"Mama sama papa istirahat di kamar aja. Kak Leon biar Kala yang obatin, Kala bisa kok ma. Lagian mama papa pasti capek banget kan habis kerja seharian?"
Riani dan Fernan saling pandang lalu mengangguk. Mereka seharusnya memberi ruang bagi Leon dan Kala untuk berbicara. Setelah memastikan kondisi keduanya, Riani dan suaminya pamit dan beranjak menuju kamar mereka. Yang diikuti oleh Kala sebab gadis itu menawarkan diri untuk membantu membawakan tas milik orang tuanya. Tentu saja sebelum pergi dia menatap tajam kakaknya Leon lalu menyuruhnya untuk diam di tempat. Lelaki itu mengangguk lalu merebahkan dirinya di sofa. Badannya terasa remuk setelah pertarungan tadi. Tapi yang membuatnya begitu penasaran, siapa sih sebenarnya orang itu? Kenapa dia bisa tau nama lengkapnya?
Gayanya seakan mengatakan bahwa dia tau banyak hal tentang keluarga Revaldi. Kesal sendiri memikirkannya, Leon memukul sofa yang ditidurinya pelan lalu menatap penuh dendam ke langit langit rumahnya. Sangking kesalnya, lelaki itu sepertinya masih belum sadar jika kini Kala sudah berada di sampingnya seraya mulai mengobati lukanya dengan cairan antiseptik. Merasa sudut bibirnya perih, Leon menoleh dan tersenyum tipis saat mendapati Kala yang sudah berada di sampingnya entah sejak kapan itu.
Dia ingin bicara, tapi mata Kala yang berkaca kaca membuatnya mengurungkan niat lalu segera duduk. Pecah sudah tangis gadis 16 tahun yang sudah dia tahan sedari tadi. Refleks Leon mendekapnya lalu mengelus sayang rambut sebahu milik Kala. Dia bingung dengan semua ini, bahkan alasan kenapa Kala menangis pun dia tidak tau.
"Kenapa dek?"
"Kakak ngapain aja? Kan udah Kala bilangin jangan berantem! Kala itu sedih kalau lihat kakak kayak gini!" Omelnya cepat yang mengundang tawa renyah dari mulut Leon.
"Iya Kakak minta maaf ya. Tadi itu terpaksa, kalau kakak nggak melawan mungkin sekarang kakak udah ada di rumah sakit bahkan."
"Udah ya jangan sedih, kakak nggak papa kok, beneran." sambungnya.
Leon menangkup muka Kala dan menyakinkan gadis itu bahwa dirinya baik baik saja. Setelahnya, Kala mengangguk pelan lalu kembali mengobati luka kakaknya itu. Sepuluh menit tak saling bicara, akhirnya Kala menghembuskan nafas berat setelah selesai mengobati luka Leon.
"Makasih ya."
Kala mengangguk seraya membereskan kotak obat yang digunakannya.
"Kalau Kala bersandar di bahu kakak, sakit nggak?" Tanya Kala pelan.
"Enggak kok. Sini."
Leon merengkuh tengkuk Kala lalu membawa kepala gadis itu supaya bersandar di bahunya. Seraya memejamkan mata, Leon menceritakan kejadian tadi kepada Kala tanpa diminta. Walau masih kesal dengan oramg misterius itu, Leon berusaha tenang saat bercerita tentang perkelahian mereka tadi. Dia menatap lengannya yang terluka sebab pisau yang dibawa orang itu tadi. Yang luka itu kini sudah dibalut perban dan diobati oleh Kala. Senyum tipis pun terbit di bibir lelaki berusia 20 tahun itu.
"Kamu pasti capek La, nggak mau tidur? Udah malem loh ini."
Tidak ada jawaban membuat Leon menoleh lalu kembali tersenyum tipis. Ternyata Kala sudah terlelap di sampingnya.