6 bulan setelah kepergian Raka hari itu, Leon yang sekarang bukan lagi Leon yang dahulu. Lelaki itu kini lebih sering melamun dan meratapi perbuatannya. Hanya karena seorang wanita, kenapa hubungan persahabatannya menjadi hancur seperti ini? Walau berusaha tergar di depan Kala, tetapi Leon tetaplah seorang manusia, yang memiliki hari dan perasaan. Gadis itu ikut sedih dengan apa yang didengarnya. Kepergian Raka membuatnya menjadi semakin peka dan lebih sering meluangkan waktu untuk sang kakak. Karena jika sendirian, dia tau Leon pasti akan kembali diam dan melamun.
Begitu pula dengan Naya yang ikut merasa bersalah atas apa yang menimpa pacarnya itu. Hubungan mereka memang membaik seiring berjalannya waktu. Leon, Naya, dan Adit pun sudah sepakat untuk tidak menceritakan masalah tentang Raka ini ke Luna. Adit pun tak sejulid dahulu setelah kepergian sababatnya itu. Kini dirinya pun tampak lebih peka dan mengerti kondisi Leon. Orang orang terdekatnya berusaha untuk terus bersana dengan Leon untuk menghibur lelaki itu. Dan upaya mereka sepertinya membuahkan hasil. Walau tak terlalu banyak, tapi Leon tampak membaik akhir akhir ini.
"Kak." Panggil Kala tiba tiba mengejutkan Leon.
"Iya, kenapa La?"
"Ada Kak Adit di depan."
Lelaki itu mengangguk. "Suruh tunggu bentar."
"Kakak mau kemana?"
"Pergi bentar ke cafe biasa. Mau ikut nggak?"
"Mau!"
"Yaudah siap siap dulu."
Setelah mengelus kepala Kala sayang, lelaki itu menghampiri kemar mandinya untuk membersihkan diri dan membiarkan Kala kembali ke kamarnya untuk bersiap siap. Dia mengambil kemeja hitam lengan pendek lalu segera mengenakannya. Mereka sudah berjanji untuk pergi bersama. Hanya Adit dan Leon sebenarnya, tetapi lelaki itu malah mengajak Naya lalu menjadikan sahabatnya sebagai nyamuk lalu sempat membuat lelaki itu tak terima dan kembali dalam mode julidnya. Dan karena Leon masih tau diri, dia pun memutuskan untuk mengajak Kala juga supaya Adit tak terlalu menyedihkan berada di antaranya dan Naya nanti.
Di ruang tamu, Adit meluruskan kakinya di sofa dan sudah menganggap jika itu adalah rumahnya sendiri. Tak lupa memainkan game favoritnya, Adit yang setengah hidupnya dihabiskan untuk bermain game itu tersenyum tipis tiba tiba entah kenapa. Leon yang baru datang di belakangnya dan melihat Adit yang seperti itu refleks menggeplak kepalanya tiba tiba, takut jika Adit sedang sakit atau kesurupan. Tak terima dan sedikit terkejut juga, lelaki itu mengumpat pelan yang kembali mendapat geplakan di kepalanya oleh Leon. Dia tak ingin Kala mendengar 'kata kramat' yang Adit ucapkan lalu menanyakan artinya kepada Fernan atau Riani. Bisa habis dirinya nanti.
"Apaan sih nyet?!"
"Jangan ngomong kasar setan! Lo mau tanggung jawab kalau Kala denger?"
"Iya iya maaf."
"Gaya lo kayak orang yang punya rumah aja!" Omel Leon yang melihat bungkus snack berada di dekat kaki Adit.
"Dih, orang nyokap bokap lo aja kalau gue dateng bilangnya anggap aja rumah sendiri ya, nggak usah sungkan." Jawabnya seraya menirukan nada bicara Riani saat mengatakan kalimat itu.
"Udah cepet, jadi enggak? Lumutan gue nungguin lo! Lama bener sumpah, udah kayak cewek kalau lagi dandan."
"Iya iya tungguin bentar. Gue ngajak Kala nih, biar lo nggak ngenes gitu nanti pas di cafe."
"Gue mau bilang makasih tapi masih kesel juga sama lo!"
"Kak!"
Suara Kala itu menghentikan perdebatan dua orang sahabat itu dan membuat mereka refleks menoleh ke sumber suara.
"Kenapa La?" Tanya Adit mendahului Leon.
"Kalian mau ngedate gitu ceritanya?"