Selain tanaman, cinta pertama Juni adalah ayam. Sejak kecil Juni menyukai ayam. Ayam adalah segalanya bagi Juni. Mungkin dari sekian banyak anak yang tinggal di kompleks, hanya Junilah satu-satunya anak laki-laki yang tidak pernah meminta untuk dibelikan mainan robot atau mobil-mobilan mahal. Mainan kertas lipat warna-warni yang bila dilipat akan menghasilkan pesawat terbang pun luput dari perhatian Juni. Yang selalu diinginkan Juni adalah ayam.
Semua benda di sekitar Juni adalah ayam. Dari mulai baju bergambar ayam, piring dan gelas bergambar ayam, selimut bergambar ayam, lampu berbentuk ayam, dan segala buku tentang ayam. Bahkan ia memiliki boneka ayam besar berwarna kuning di kamarnya. Meskipun menyukai ayam, Juni tetap pilih-pilih. Ia memiliki selera tersendiri dan hanya ayam-ayam tertentu saja yang disukai Juni. Ayam yang paling Juni sukai adalah anak ayam berwarna kuning yang bentuknya mirip tahu bulat. Katanya ia selalu ingin menyentuh ayam seperti itu di manapun ia menemukannya.
Juni pernah demam karena ayam kesayangannya hilang. Paman bergegas pergi mencarinya dan meminta bantuanku. Kami mencarinya di sekitar rumah. Waktu itu ibu Juni masih ada, juga ikut mencari. Kami pikir dengan mencarinya bertiga akan cepat ketemu. Tapi, dugaan kami salah. Kami membutuhkan waktu tiga jam untuk menemukan anak ayam yang Juni beri nama Lala. Ternyata Lala tersangkut tali plastik di belakang rumah. Karena sangat kelaparan Lala tidak sanggup lagi berteriak meminta pertolongan. Setelah Lala ditemukan, Juni langsung digendong Paman untuk menemui Lala. Ajaibnya tiga puluh menit kemudian demam Juni langsung menghilang.
Suatu hari di siang hari yang terik. Aku ingat. Hari itu gelombang pantai sedang tinggi dan semua orang dilarang mandi di laut. Pantai menjadi sangat sepi. Tidak ada apapun yang terlihat kecuali beberapa pedagang yang kebingungan mencari pembeli. Sepulang sekolah aku biasa bermain di tempat Juni. Sesampainya di depan rumah, Ibu Juni selalu menyambutku dengan ramah. Ibu Juni memelukku dengan hangat dan ia selalu memperlakukanku seperti anaknya sendiri. Perhatian dan perlakuan Ibu Juni terhadapku sama seperti sikapnya kepada Juni.
"Tante, Juni di mana?" tanyaku sambil memegang kedua tangan Ibu Juni yang sedang melingkar di badanku. Ibu Juni sibuk berusaha untuk menciumi pipiku. Mencium pipiku adalah adat dan kebiasaan Ibu Juni ketika aku datang ke rumahnya.
"Juni ada di kandang ayam" jawab Tante dengan suara gemas. Kami berdua pun tertawa lepas bersama-sama.
"Juni, main, yuk!" ajakku kepada Juni. Aku mendapati halaman belakang rumah Juni kosong. Juni tidak ada di manapun. Suara Tante melintas lagi di pikiranku. Segera aku berlari menuju kandang ayam di samping rumah. Juni benar-benar masuk ke dalam kandang ayam.
"Yuni!" teriak Juni menyambutku dari dalam kandang ayam. "Tolong bantu aku keluar" Aku segera membantu Juni keluar dari kandang ayam itu. Aku menarik tangannya dengan kencang dan membuatnya terpental jatuh menabrak tubuhku. Kami berdua bersama-sama jatuh di permukaan tanah.
Juni menindih tubuhku dan aku hampir kehabisan tenaga menahan tubuh Juni. Waktu itu tubuh Juni lebih besar dari tubuhku. Aku hampir kehabisan napas jika Juni tidak buru-buru bangkit untuk melihat Lala. Lala sedang mematuk sesuatu di dalam kandang. Ayam kecil itu mengerti jika Juni sangat menyayanginya. Juni dan Lala memiliki ikatan batin cukup kuat. Juni tahu kapan harus memberi Lala makan dan mengajaknya bermain. Lala juga tahu kapan ia harus berbunyi memanggil Juni untuk meminta makan.
"Gawat!" Juni tiba-tiba berteriak lagi. Kami berdua sedang melihat sunset di pantai. Duduk di zona aman, namun banyak mata orang dewasa yang terus-terusan mengawasi kami dari berbagai tempat duduk.
"Gawat kenapa?" tanyaku sedang sibuk membuat gua dari tumpukan pasir pantai.
"Aku belum memberi makan siang Lala. Aku lupa Yuni. Aduh, nanti kalau Lala sakit bagaimana, Yun?"
"Tidak mungkin. Kakekku pernah lupa memberi makan ayam sehari dan ayamnya tidak sakit, kok" tepisku santai. Raut mukaku terlihat malas peduli.
"Serius?" Juni memastikan dengan suara memelas. Aku mengangguk cuek sambil meneruskan gua pasirku. Juni mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia melihat laut sebentar lalu mengambil sebuah rumah keong kosong untuk diberikan padaku. Juni tahu aku sering menggunakan bekas cangkang keong untuk menghias gua pasirku. Aku langsung menerimanya dan menaruhnya di atas gua pasir.
Aku menyuruh Juni untuk mengambilkan cangkang kerang lagi dan ia pun menuruti perkataanku. Aku menyuruhnya mencari dan mencari lagi. Sebagai gantinya aku akan membuatkannya gua pasir sama seperti yang aku buat. Waktu itu Juni benar-benar melupakan Lala dan asyik membangun gua pasir bersamaku.