SUNSET

Murti Wijayanti
Chapter #12

12. Kebohongan Orlin

Tidak puas hanya dengan menggunakan mata, aku segera menggunakan kakiku untuk mencari Juni. Segera setelah turun dari panggung, kulepas sepatu yang membuatku kesulitan berjalan. Bayangkan saja, untuk turun dari panggung itu aku menghabiskan waktu tiga menit. Setelah kakiku benar-benar menyentuh tanah, tanpa malu aku melepas sepatu itu. Menaruhnya sembarangan. Orlin tersenyum melihatku dari atas panggung. Di atas panggung Orlin juga terlihat mencari sesuatu.

Make up karya Orlin benar-benar luar biasa. Tidak luntur meskipun keringatku keluar sangat banyak. Inilah salah satu yang tidak aku suka dari make up. Setelah ini aku harus membersihkannya dengan keras. Kamar Orlin mempunyai kamar mandi sendiri. Aku berniat akan membersihkannya di sana setelah menemukan Juni. Aku berbelik sebentar menuju dapur untuk meminum segelas air dan menetralkan degup menggila dari jantungku. Ketika melangkah kembali keluar dapur, aku baru teringat Orlin mempunyai kebun bunga.

Pintu menuju kebun bunga terbuka lebar. Pertanda ada orang sedang berada di kebun. Juni berada tiga meter di depanku. Namun, kulihat ia tidak sendirian di taman itu. Juni sudah ditemani Orlin. Aku tertahan di tempatku untuk mendengarkan percakapan mereka. Jantungku kembali berdetak aneh seperti saat akan menaiki panggung. Kakiku tiba-tiba ingin melangkah. Tanganku ingin segera menyeret pundak Juni, menjauhkannya dari Orlin.

"Yuni sedang di kamarku sekarang" ungkap Orlin sambil membawa dua gelas minuman. Orlin baru saja sampai di kebun bunga. Belum sepenuhnya berhasil menemani Juni di sana.

"Aku akan menyusul Yuni. Maaf, boleh aku ke kamarmu?" jawab Juni segera berbalik. Di belakang mereka, aku memundurkan kakiku satu langkah.

"Tunggu! Jangan ke sana" cegah Orlin dengan cepat. Orlin hampir menumpahkan kedua minuman di tangannya. Juni sontak menahan kakinya.

"Kenapa?"

"Aku ingin bicara denganmu sebentar. Aku mohon temani aku di sini" nada suara Orlin melirih. Juni tidak jadi berbalik. Aku menyingkirkan rambut palsu yang menutupi kedua telingaku.

"Juni, selain mengaku kepada teman-teman, aku juga ingin mengakui sesuatu kepadamu." Mata Orlin meredup. Aku masih membetulkan rambut palsu yang menutupi telingaku. Detak jantungku semakin tidak karuan. Kembali menggila.

"Beberapa hari yang lalu kamu bercerita ada yang sering mengirim bunga mawar ke rumahmu, kan?" Kedua gelas yang di bawa Orlin dicengkeramnya dengan erat. Sebenarnya Orlin sudah sangat gugup. Seluruh tubuhnya bergetar tipis. Karena takut ketahuan gugup, akhirnya Orlin memberikan satu gelas minuman untuk Juni. Juni menerimanya dengan mata menyelidik. Ia mengangguk ragu sebelum menjawab.

"Iya. Bunganya selalu datang setiap hari minggu. Kemarin minggu bunganya datang lagi" jelas Juni menerima minuman dari Orlin. Juni meminum jus itu dengan mata tidak lepas dari wajah Orlin.

"Sebenarnya ... selama ini ... yang mengirim bunga mawar itu aku" Juni menghentikan air yang sudah menyentuh bibir untuk masuk ke dalam mulutnya. Tangannya bergetar dan gelas di tangannya tidak kuasa lagi ia pegang. Akhirnya, gelas itu jatuh menghantam lantai taman. Pecah berkeping-keping tidak berupa.

Suara gelas yang jatuh di tanah semen menghasilkan suara yang sangat sadis. Seperti di dalam adegan klimaks drama televisi. Ditambah musik taman yang menyetel lagu sedih. Aku semakin ingin menangis. Setelah menjatuhkan gelasnya, Juni tidak bereaksi apa-apa. Tatapan matanya kosong dan kedipan matanya menjadi lambat. Di belakang mereka, aku menutup mulutku dengan kasar. Air mataku sudah tumpah kemana-mana.

"Bohong! Dasar Pembohong!" teriakku sekeras mungkin. Orlin dan Juni menoleh kepadaku. Ekspresi Orlin tetap datar. Aku tidak pernah menyangka wajah Orlin akan berubah menjadi sangat dingin seperti itu. Beberapa saat yang lalu ia mendandaniku dengan begitu tulus. Ia bahkan mau memberikan masker wajahnya untukku. Kedua tanganku mengepal. Saat ini, yang aku inginkan hanyalah memukul wajah Orlin dan memaki-makinya dengan kasar. Namun, ada Juni di sana. Sejak Ayah meninggal, aku tidak ingin Juni mengetahui diriku yang satu ini.

Lihat selengkapnya