SUNSHINE

Nor Laila
Chapter #3

Bagian 3

Aku bangun pagi hari ini, salah satu rekor dalam hidupku aku bisa bangun sebelum jam sembilan. Semenjak lulus kuliah rekor terbaik ku bangun pagi adalah setengah sepuluh, biasanya aku bangun jam sebelas bahkan kadang-kadang pas azan Zuhur.

Sebenarnya sih aku sudah melek, cuma malas aja turun dari kasur, eh malah kebablasan, apalagi kalau aku baru membeli novel baru. Alamat bakal seharian di kasur buat maraton ngabisin chapter dalam satu hari. Iya! Aku memang segila itu kalau sudah penasaran.

Tapi hari ini berbeda, aku tidur sedikit dimalam hari dan bangun cepat paginya, mungkin karena obrolan tadi malam, tapi bukan berarti aku antusias, lebih ke arah gugup dan masih tidak terima kenyataan.

Aku benar-benar tidak bisa tidur dan malah mendapat hadiah mata panda. Bayangin aja, wajahku yang sudah seram malah semakin terlihat horor.

Bagus sekali, kan untuk hari pertama kerja?

Oh shit! Aku nggak nyangka hari ini sungguh-sungguh datang.

Aku segera berangkat karena menghindari Mama. Bertemu Mama pagi ini sepertinya bukan ide yang bagus, apalagi akan ada kemungkinan aku bakal dapat nasehat panjang lebar plus deraian air mata dari Mama ku yang memang sudah lama menyandang gelar ratu drama itu. Jadi lebih baik kabur sebelum tertangkap.

Sudah hampir jam sepuluh, aku sampai di Kafe itu. Namanya RaJa Cofee shop, singkatan dari nama Mas dan istrinya. Radit dan Jasmine. Norak banget, kan? Memang sih cinta itu bikin orang ngelakuin hal-hal norak seperti ini. Aku bersyukur sih walau aku jomblo sejak lahir, setidaknya aku nggak pernah ngelakuin hal-hal norak yang bisa membuat harga diriku jatuh. Its not me...

Kafe buka jam sepuluh pagi dan tutup jam sepuluh malam , jadi aku belum terlambat. Kafe itu sudah ramai dengan beberapa karyawan yang terlihat hilir mudik, untungnya Aku tidak perlu bingung atau tersesat, aku sudah sering ke sini dan beberapa karyawan mungkin ada yang mengenaliku. Mungkin.

Aku masuk lewat pintu depan, dan langsung disambut lambaian tangan dari seorang perempuan berbadan tambun yang sedang berdiri di dekat meja kasir.

Itu pasti Mbak Mita, Manager Kafe yang Mas Radit maksud. Aku sempat mengobrol singkat lewat chat dengannya tadi pagi. Kalau dilihat-lihat sepertinya Mbak Mita tidak begitu jauh umurnya dariku, hanya saja gaya dan cara yang berpenampilan membuat umurnya terlihat lebih tua tiga sampai empat tahun.

Aku sedikit tersenyum, lalu bergegas berjalan melewati deretan meja-meja Kafe menuju Mbak Mita berdiri.

"Temen-temen! Kumpul sebentar deh!" Mbak Mita menepuk tangannya tiga kali, dan semua orang di ruangan itu menoleh bersamaan, tertarik dengan suara Mbak Mita yang bergema.

Semua orang melepas pekerjaan mereka masing-masing, dan segera berkumpul tepat didepan aku dan Mbak Mita. Bukan membentuk barisan rapi, tapi lebih seperti gumpalan tidak beraturan yang mirip dengan orang-orang yang sedang berebut antri sembako.

Mbak Mita menepuk tangannya lagi satu kali, dan gumaman-gumaman tidak jelas dari semua orang seketika menghilang.

"Kita kedatangan Owner baru." Mbak Mita menengok kearah ku, aku repleks menyeringai. "Kenalkan, Ini Mbak Adeline Soetomo, adik dari Pak Raditya Soetomo, untuk hari ini dan seterusnya, Mbak Adeline yang akan mengambil alih Kafe ini." Mbak Mita menjelaskan, dan semua orang terlihat ber-oh ria sambil manggut-manggut.

"Salam Kenal." Aku melambaikan satu tanganku keudara, berusaha tersenyum untuk memberi kesan pertama yang baik untuk para karyawan ku.

"Nah Mbak Adel, mereka ini adalah karyawan Kafe ini." Mbak Mita memperkenalkan.

Aku menyapu pandang pada wajah-wajah yang berada di depanku sekarang. Ada sekitar dua belas orang, dan lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Kalau dilihat dari wajah mereka, umur mereka mungkin sekitar 22-28 tahun.

Aku belum pernah memimpin sebelumnya dan sekarang aku langsung memimpin orang-orang yang bahkan seumuran dengan ku? Aku bertaruh, ini pasti sulit, siapa bisa menjamin mereka bakal menghormati ku nantinya?.

"Kalau ada apa-apa Mbak bisa bertanya pada saya." Mbak Mita kembali bersuara, dan aku hanya mengangguk sambil cengengesan.

"Oke! Sesi perkenalan sudah selesai! Lima belas menit lagi kita akan buka, siapkan semuanya sekarang, dan kembali bekerja!" Mbak Mita bertepuk tangan lagi, dan semua karyawan membubarkan diri.

"Mbak Adel, mari saya tunjukkan ruangan anda."

"Panggil Adel aja Mbak Mita, kan aku lebih muda dari mbak, dan nggak usah pake 'anda' pakai 'aku-kamu' aja." kataku tidak enak, tidak terbiasa mendengar ada orang yang berbicara formal padaku.

"Mbak Adel, kan atasan saya?"

"Nggak apa-apa Mbak, santai aja."

"Yaudah deh kalau gitu, maaf ya Del." Mbak Mita tertawa sebentar mungkin merasa aneh dengan perubahan gaya bicaranya yang sangat tiba-tiba.

Mbak Mita menunjukkan ruangan bekas kantor Mas Radit padaku. Lumayan juga, tempatnya cukup luas dan juga ada tempat istirahat didalam sana, bilik kecil yang berisi kasur dan lemari kecil, jiwa rebahan ku bergejolak.

"Masih kotor Mbak, belum sempat dibersihkan, tapi nanti aku bakal suruh seseorang buat bersihin tempat ini secepatnya, tapi lebih baik Mbak Adel nggak usah masuk dulu, banyak debu soalnya." Mbak Mita mengibas-ngibaskan tangannya didepan hidung.

"Kalau ada apa-apa, atau ada yang Mbak pengen tanyakan, panggil saja aku, kalau aku lagi nggak ada, Mbak bisa tanya karyawan disini, mereka rata-rata sudah bekerja lama kok disini." terang Mbak Mita, ketika kami sudah kembali berjalan menuju meja kasir.

"Iya Mbak, makasih ya atas sambutannya dan juga arahannya, saya jadi terbantu." Aku bergerak duduk disebuah meja Kafe yang masih kosong dengan Mbak Mita yang masih mengiringi langkahku.

"Oh iya Mbak, boleh aku lihat pembukuan Kafe ini nggak?" Aku bertanya demikian bukan karena apa-apa, hanya ingin memberikan kesan baik sebagai pemimpin dihari pertama, setidaknya gelar SE-ku bukan cuma sekedar hiasan, walau sebenarnya aku masih agak gugup tapi aku harus terlihat meyakinkan, agar nama baik Mas Radit tidak tercoreng.

Lihat selengkapnya