Niatku untuk mengurung diri seharian di dalam ruangan Mas Radit ternyata tidak berjalan sesuai ekspektasi ku. Nyatanya, hampir satu jam sekali Mbak Mita masuk keruangan hanya untuk bertanya apa aku memerlukan sesuatu.
Oh! Ayolah, yang benar-benar aku inginkan sekarang hanyalah sendirian saja, tapi sepertinya Mbak Mita terlalu bersemangat padaku, walau aku sudah mengatakan tidak perlu repot-repot memperhatikan ku, tapi dia tetap melakukannya.
Dia juga datang untuk sekedar mengantarkan ku minuman dan juga makanan, menu spesial hari ini, nasi goreng rumput laut. Memang selain bermacam olahan Kopi, Kafe ini juga menyediakan menu makanan berat yang selalu berbeda-beda setiap hari. Mereka menyebutnya menu spesial. Jadi setiap hari chef akan membuat menu berbeda-beda dan menulis menunya di papan tulis hitam didepan toko. Walaupun begitu, kafe ini selalu ramai dan kadang sampai ada yang mengantri karena kehabisan tempat duduk.
Setidaknya itulah yang ku lihat saat aku terpaksa keluar ruangan sebentar untuk meletakkan piring bekas aku makan ke dapur, dan saat itulah aku kembali melihat Fajar, untungnya kali ini dia tidak menyadari bahwa aku sedang memperhatikannya. Bukan memperhatikan dengan serius, aku hanya melihat sekilas saat dia sedang berbincang dengan dua orang costumer perempuan di meja mereka. Mirip dengan apa yang dilakukan Fajar padaku tadi pagi, dia merayu mereka, memuji mereka mengucapkan lelucuan ringan yang langsung disambut tawa centil dari dua perempuan itu.
Aku tersenyum sambil menyebikkan bibirku, setidaknya aku sudah tau bagaimana sifat Fajar. salah satu keahlian ku juga sih, aku memang cepat membaca seseorang, tau lebih dini bagaimana orang itu sebenarnya dan apa maunya pada kita, itulah yang membuatku selama ini selalu waspada pada siapa saja yang terlihat mendekati ku, bisa saja mereka punya maksud tertentu, kan?
Itulah juga alasan kenapa aku susah berteman dengan siapapun. Aku terlalu pilih-pilih. Ada untungnya, ada juga ruginya. untungnya, aku tidak akan merasakan penghianatan dari siapapun, dan ruginya... Ya... Aku jadi kesulitan menemukan jodoh.
Walaupun begitu aku tidak peduli, toh menikah juga bukan keperluan mendesak.
Ilmu terawangan ku berhasil lagi, setidaknya aku harus memberi tanda waspada pada Laki-laki bernama Fajar Alfian itu, berurusan dengan orang seperti dia akan berbahaya.
Aku kembali keruangan dan menghabiskan sisa hariku dengan memeriksa CV pelamar dibagikan dapur, Mbak Mita memintaku untuk memilih calon pelamar yang akan diinterview, katanya sih staf dapur sedang kurang, dan Kafe perlu dua atau tiga karyawan lagi dibagikan itu.
Ugh! Gampang apanya? Baru juga sehari kepalaku sudah terasa pening. Ku kira kerjaku sebagai Owner hanya ongkang-ongkang kaki, atau bisa kabur kapan aja jalan ke Mall, ternyata malah harus kena ospek Mbak Mita.
Kalau gini sih, aku jadi curiga, apa mungkin ini juga ulah Mama ya? Dia nggak rela liat aku malas-malasan dan menyuruh Mbak Mita terus mengganggu ku.
"Mbak Adel."
Tuh, kan! Datang lagi!
"Iya Mbak Mita?" Aku berusaha tersenyum.
"Kafe sudah tutup, Mbak nggak pulang? Anak-anak sudah pada pulang tuh." ucap Mbak Mita hanya menyembulkan kepalanya sedikit di depan pintu.
"Oh iya! Aku sebentar lagi, Mbak duluan aja." kataku sok sibuk merapikan tumpukan map diatas meja kerja.
"Kalau gitu aku duluan ya, nanti kasih kunci ruangan ke satpam aja."
Aku mengangguk dan Mbak Mita pun berlalu. Sepeninggal Mbak Mita, aku juga buru-buru membereskan barang-barangku, memasukkan kedalam tas dan sedikit berlari keluar dari ruangan Mas Radit.
Aku rindu kasurku, selimut, bantal, dan suasana nyaman kamarku. Satu hari bekerja rasanya sudah seperti pergi TKW bertahun-tahun saja.
Langkahku terhenti saat memasuki parkiran Kafe, tempat aku tadi pagi memarkirkan mobil. Di salah satu barisan parkir motor sosok seorang berjaket Hoodie sedang berdiri membelakangi ku. Awalnya aku takut kalau-kalau itu hantu, perampok atau semacamnya, tapi setelah ku perhatikan lebih seksama, ternyata itu Fajar. Lagi.