Keesokan harinya. Aku, Bunda, dan ka Hans sedang berada di ruang makan untuk sarapan bersama. Nampaknya ada yang ingin Bunda sampaikan kepadaku.
"Sayang, hari ini Bunda mau pergi, ada urusan yang harus Bunda selesaikan. Jadi biar Ka Hans aja ya yang anter kamu daftarnya."
Aku yang saat itu sedang makan mendadak berhenti dan langsung diam membisu setelah mendengar perkataan Bunda barusan. Aku takut telinga ini salah mendengar. Hati ini antara percaya tak percaya bila Bunda benar-benar mengatakan itu, yang artinya Bunda memberikanku izin.
"Gak apa-apa kan, Sayang?"
"Bun, Bunda serius. Bunda bener-bener ngizinin Hanin?" tanyaku masih tidak percaya.
Bunda hanya menjawabnya dengan menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tidak dapat membendung kebahagiaan yang ada di hati, aku beranjak dari dudukku dan langsung memeluk Bunda. Serasa mimpi mendengar kenyataan ini. Hal yang menurutku tidak mungkin, namun menjadi mungkin. Sungguh bahagianya hati ini.
"Makasih ya, Bun."
"Tapi kamu harus janji sama Bunda, jaga kesehatan kamu!"
"Siap Bun," ujarku sambil tersenyum ke arah Ka Hans, karena aku yakin semua ini berkat Ka Hans.
Ka Hans pun membalas senyumanku. Dan kami kembali melanjutkan sarapan yang sempat tertunda.
Sebuah langkah terdengar semakin mendekat menuju meja makan, dengan stylenya yang pashioneblle dan wajah yang begitu cantik . Ka Sandra menghampiri Bunda dan mencium kening Bunda sambil menyapa.
"Pagi, Bunda."
"Pagi, Sayang..." jawab Bunda.
Ka Sandra langsung meneruskan langkahnya dan kemudian duduk di samping Ka Hans. Lalu mengambil sehelai roti dan meletakkannya di atas piring. Kemudian di lanjutkan mengambil selai coklat.
"Bun, hari ini Sandra pinjem mobil Bunda yah. Soalnya mobil Sandra lagi di bengkel."
"Hari ini Bunda ada urusan Sayang, jadi mobilnya Bunda pake."
"Ya udah yang satu lagi aja Bun, boleh yah."
"Yang satu lagi mau di pake sama Hanin."