Hari ini mahasiswa-mahasiswi para pecinta alam akan mengadakan acara naik gunung. Citra, Friska dan Ririn yang merupakan anak pecinta alam pun ikut dan mereka tak lupa mengajakku. Namun, aku masih ragu, meski sekarang aku sudah tinggal bareng bersama ketiga sahabatku itu, aku tetap takut sama Bunda. Karena jika tau, Bunda pasti tidak akan mengizinkan aku untuk pergi. Namun setelah aku pikir-pikir dan pertimbangkan, akhirnya aku memutuskan untuk ikut bersama mereka. Karena aku yakin, ini akan menjadi pengalaman pertama dan menyenangkan jika aku ikut. Karena untuk pertama kalinya, aku akan melihat pemandangan alam yang indah dari atas gunung. Wah... aku sudah tidak sabar.
Semua anggota yang ikut sudah siap di depan bus yang sudah terparkir di halaman kampus. Tanpa sepengetahuan Citra, Friska dan Ririn kalau aku akhirnya ikut, aku datang menghampiri mereka dengan tas yang kugendong, yang isinya penuh perlengkapan-perlengkapan naik gunung. Cukup berat, tapi aku harus semangat.
“Akhirnya lo jadi ikut, Nin,” ujar Ririn bahagia.
“Ya udah yu, kita masuk! Sekalian lo gue masukin jadi anggota ke ketua,” kata Citra sambil masuk ke dalam bus dan diikuti aku, Friska dan Ririn.
Bus yang aku dan semua rombongan tumpangi mulai berjalan meninggalkan area kampus. Selama perjalanan, suasana di dalam bus sangat ramai dan asik. Ada yang nyanyi-nyanyi sambil main gitar, ada yang selfie-selfie, ada yang ngobrol-ngobrol, dan banyak lagi kegiatan yang dilakukan. Sementara aku, Citra, Ririn dan Friska ikut bernyanyi-nyanyi ria bersama anak laki-laki yang bermain gitar di tempat duduk bagian tengah bus. Tanpa terasa bus pun tiba di tempat yang dituju. Satu persatu mulai keluar dari bus dengan barang bawaan masing-masing. Lalu kami mulai mendaki gunung. Ahhh... aku sungguh bahagia. Ini mengalaman pertamaku mendaki gunung. Meski terasa lelah, namun bahagia. Karena bisa melewati ini bersama teman-teman, lelah itu seakan tidak terasa.
Setelah susah payah menempuh jalanan hutan yang menanjak, dan cukup terjal. Akhirnya kami tiba di tempat yang cukup tinggi. Aku sempat pesimis untuk bisa sampai di atas, tapi yeeeee... ternyata aku bisa.
Waaawwwww... betapa indahnya alam ini bila dilihat dari ketinggian. Sungguh-sungguh membuatku terpukau melihatnya. Betapa menakjubkannya seluruh ciptaan Tuhan di bumi ini, hati pun dibuat damai saat menikmati seluruh pemandangan dari puncak seperti ini. Hingga tidak terasa hari sudah mulai senja, kami memutuskan untuk beristirahat. Kita mulai berbagi tugas pada setiap anggota kelompok. Ada yang mendirikan tenda, ada pula yang mencari kayu bakar untuk membuat api unggun malam nanti. Dalam kelompok, aku bersama Ririn kebagian tugas untuk mencari kayu bakar, sementara Citra dan Friska mendirikan tenda.
“Udah dapet banyak belum, Nin?” tanya Ririn sedikit teriak karena posisi Ririn cukup berjauhan dengan posisiku.
“Belum, Rin... sedikit lagi,” jawabku sambil melihat ke arah Ririn yang sudah cukup banyak mendapatkan kayu bakar saat itu.
Takut kelamaan menunggu, aku biarkan Ririn kembali ke tenda duluan. Karena posisi aku saat ini, tidak terlalu jauh dari pertendaan. Akhirnya kayu bakarnya sudah cukup banyak, aku putuskan untuk kembali ke tenda. Namun entah kenapa saat dalam perjalanan menuju tenda, tiba-tiba kayu bakar yang aku pegang saat itu terjatuh karena kepalaku mendadak sakit. Secara spontan aku langsung berpegangan pada pohon yang ada di dekatku, agar tidak terjatuh, karena aku merasa keseimbangan tubuh ini mulai tidak stabil. Aku mencoba mengabaikan sakit di kepalaku dan memunguti kayu bakar yang berantakan, kemudian meneruskan berjalan menuju tenda. Namun tiba-tiba aku malah terjatuh, keningku terbentur ke sebuah pohon dan sepertinya terluka.
“Aw...” keluhku kesakitan, karena keningku terbentur.
Meski dengan sakit yang terus menyerang, dan kening yang sedikit berdarah. Namun aku kembali mencoba bangun dan membawa beberapa kayu bakar. Lalu beranjak pergi sambil menahan kepala yang masih terasa berdenyut.
Suasana di area tenda masih terlihat begitu ramai, dengan orang-orang yang masih sibuk mempersiapkan tempat untuk beristirahat. Terlihat Citra, Friska dan Ririn masih mempersiapkan tenda.
“Nah... tuh Hanin!” ujar Friska terdengar olehku, kerena posisiku saat ini hanya tinggal beberapa langkah lagi mendekati mereka.
“Ko lo lama banget sih, Nin... habis ngapain dulu emangnya?” tanya Ririn tanpa memandang ke arahku karena sedang asik membenarkan tenda.