Pagi ini aku terkejut, saat aku bangun tidur dan menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul 6:30. Aku langsung beranjak dari tempat tidurku dan langsung bergegas pergi ke kamar mandi.
Entah apa yang sedang terjadi, hari ini tubuhku terasa segar dan bertenaga, sehingga membuatku begitu bersemangat. Setelah selesai membersikan badan, aku langsung mencari baju seragam putih biru milikku di dalam lemari, lalu memakainya dan bergegas pergi keluar tanpa menghiraukan suasana kamar.
Dengan cepat kuturuni anak tangga untuk menghampiri Bunda dan ka Hans yang sedang sarapan pagi.
“Bunda! Bunda gimana sih. Ko gak bangunin aku, kalau aku kesiangan dan terlambat masuk kelas gimana?” omelku pada Bunda karena Bunda tidak membangunkanku lebih awal.
Tapi Bunda malah menatapku aneh, seakan-akan heran dengan sikapku pagi ini.
“Sayang, kamu mau kemana? Kenapa kamu pakai seragam seperti itu? ... Mendingan sekarang kamu kembali ke kamar dan istirahat!” ajak Bunda cukup lembut.
“Iiihhhh... Bunda. Aku kan mau ujian, dan hari ini ujian matematika. Aku udah terlambat banget ini, Bun. Aku pergi ya, Bun,” kataku cukup cepat sambil mencium tangan Bunda lalu Ka Hans.
Pasti saat itu Bunda terus menatapku aneh, bahkan sampai meneteskan air mata. Dan dalam keadaan seperti itu Ka Hans pasti mencoba mendekap Bunda untuk menenangkan hatinya.
Saat aku akan membuka pintu rumah, tiba-tiba langkahku mendadak terhenti. Pandangan mata ini mencoba meneliti apa yang aku kenakan, seketika saja aku meneteskan air mata. Aku tidak mengerti mengapa aku bisa mengenakan seragam SMP seperti sekarang ini, padahal statusku sekarang adalah seorang mahasiswa. Dengan air mata yang terus menetes aku kembali menghampiri Bunda dan Ka Hans, lalu kupeluk Bunda.
“Bunda...” rengekku.
“Sayang...” sambut Bunda sambil mencoba menenangkanku.
“Apa yang terjadi sama Hanin, Bun? Kenapa Hanin bisa pake seragam seperti ini? Hanin bingung Bunda, Hanin gak ngerti apa yang sebenernya Hanin lakukan sekarang.”
“Semua baik-baik aja Sayang,” ucap Bunda sendu sambil memelukku erat.
“Ka, tolong jelasin!”
“Enggak ada apa-apa, Sayang. Semua baik-baik aja,” kata Ka Hans dengan sedikit air mata yang menggenang di matanya.
Entah apa yang sebenarnya terjadi, yang jelas akhir-akhir ini aku merasa ada yang aneh yang terjadi padaku. Seperti hal-nya saat ka Sandra masuk ke kamarku untuk memberiku makan malam. Tiba-tiba saja aku bersikap seperti orang ketakutan saat melihat ka Sandra. Ka Sandra pun dibuat heran dengan sikapku.
“De, kamu kenapa?” tanya Ka Sandra sambil meletakkan makanan yang Ka Sandra bawa di atas meja, lalu Ka Sandra duduk di sampingku.
“Hanin mohon maafin Hanin, Ka... Hanin bener-bener gak sengaja ngerusakin gitar Kakak. Tolong jangan marah sama Hanin Ka, Hanin mohon!” kataku ketakutan.
Seketika aku melihat air mata Ka Sandra menetes saat melihat sikapku seperti ini. Dan Ka Sandra memilih beranjak dari sampingku dan melangkah pergi dengan menahan tangis, saat meninggalkan aku yang sedang ketakutan sendiri.