"Aku di mana?" tanya batinku.
Saat kubuka mata, aku benar-benar merasa heran dengan apa yang aku lihat di hadapanku. Dinding kamar yang penuh dengan stiker bunga matahari, bernuansa orange, membuat aku merasa asing, ditambah aku merasakan tempat tidur yang beda dan nyaman dari tempat tidur yang biasa aku tiduri.
Ingin rasanya aku memastikan, apa yang terjadi dengan kamarku. Namun leher ini terasa kaku untukku gerakkan. Ingin aku bertanya, namun pipa intubasi di mulut ini, benar-benar membuatku sulit untuk berbicara.
“De... kamu udah bangun,” ujar Ka Sandra yang saat itu tengah tiduran di sampingku.
“Bun, Hanin udah bangun Bun,” ujar Ka Sandra kepada Bunda, yang sedang tertidur di sofa yang berada tidak jauh dari tempat tidurku.
Dengan senyum bahagia, Bunda langsung bangun dan bergegas menghampiriku.
“Sayang, akhirnya kamu bangun. Kamu bisa dengar Bunda, kan?” tanya Bunda kepadaku. “Bunda di sini Sayang, Bunda gak akan ninggalin kamu lagi,” sambung Bunda.
Tapi aku hanya bisa diam, sambil menatap wajah Bunda dengan genangan air mata di kolapak mataku.
“Anggukkan kepala kamu, Sayang! atau pegang tangan Bunda!”
Aku berusaha menganggukkan kepalaku, tapi susah. Rasanya aku ingin genggam tangan Bunda yang kini sedang menggenggam tanganku, tapi tangan ini benar-benar sulit untuk aku gerakkan. Aku pun mengerang kesal hingga menangis. Aku benar-benar kesal kenapa bagian tubuhku ini sama sekali tidak bisa aku gerakkan satu pun. Bunda jadi semakin sedih dan tidak tega dengan kondisiku.
“De, sabar Sayang. Kakak yakin kamu pasti bisa lewatin semua ini. Kamu gak boleh nyerah, kamu harus sembuh!” ujar Ka Sandra sambil menahan tangisnya. “Kamu harus liat apa yang Kakak kasih buat kamu, apa yang selama ini kamu mau, De.”
Ternyata sudah tiga hari aku tidak sadarkan diri, dan selama tiga hari pula Ka Sandra menemani dan merubah kamarku menjadi kamar yang selama ini aku mau. Dengan nuansa warna-warni, stiker bunga matahari di dinding, dan ternyata tempat tidur yang aku tiduri sekarang ini, bukan lagi tempat tidur orang sakit. Tapi tempat tidur biasa, dengan hiasan bernuansa identik dengan matahari dan alam.
Aku sama sekali tidak menyangka Ka Sandra bisa tau apa yang aku mau. Ternyata selama sikap Ka Sandra jutek dan kasar sama aku, tanpa ada yang tau. Diam-diam Ka Sandra memasang kamera cctv di kamarku, sehingga Ka Sandra bisa memantau dan tau setiap kondisiku di dalam kamar, lewat sebuah monitor di kamarnya. Sehingga semua yang terjadi di kamarku, Ka Sandra bisa tau. Termasuk saat aku sedang merasa sedih atau pun mengeluh.
“Ini yang selama ini kamu impikan kan, De? ini buat kamu Sayang. Kamu harus sembuh! dan bilang ke Kakak apa yang kurang. Kakak akan bikin semua sesuai yang kamu mau, iya kan, Bun?” ujar Ka Sandra menangis.
Melihat Bunda dan Ka Sandra menangis, aku pun tidak bisa menyembunyikan rasa sedihku. Aku ikut menangis, tapi Ka Sandra tetap memberiku semangat sambil menghapus air mataku yang menetes sambil tersenyum. Namun hati ini malah terasa sakit, sakit dengan ketidakberdayaan tubuh ini.
Hampir setiap hari Ka Sandra selalu menemaniku, Ka Sandra bahkan rela tidak masuk kuliah demi aku. Ka Sandra tidak ingin melewatkan waktu bersamaku, Ka Sandra ingin menebus semua kesalahannya dulu yang selalu mengabaikanku. Bahkan saat kita sedang berdua, Ka Sandra sering mengajakku berbicara, bercerita, meski aku sama sekali tidak pernah bisa menjawabnya.
Seperti sekarang ini, Ka Sandra terbaring tepat di sampingku, dan mengajak aku yang masih seperti mayat hidup ini ngobrol. Saat ini aku merasakan tangan Ka Sandra memegang erat tanganku.
“De... maafin Kakak ya, kalau Kakak baru bisa jujur sekarang. Ada yang perlu kamu tau Sayang, sebenernya Kakak bener-bener menyesal, De. Kenapa Kakak bisa deket sama kamu saat keadaan kamu seperti ini. De, dulu Kakak kasar banget ya sama kamu?"
"Kakak minta maaf, ya! Kamu pasti ngira kalau Kakak benci sama kamu. Tapi kenyataannya gak gitu, De... Kakak gak pernah benci sedikit pun sama kamu. Kakak sengaja ngelakuin itu, karena Kakak gak siap kalau nanti harus kehilangan kamu. Tapi... tapi Kakak yakin ko, kamu pasti sembuh. Kakak yakin,” ujar Ka Sandra sedikit sendu.