Hari minggu seperti biasanya kelima orang itu selalu berkumpul di warung kopi Umi Masta. Sekarang jam sepuluh pagi meskipun matahari sudah bersinar tapi karena mereka tinggal di dataran tinggi udara tetap saja dingin. Ada lima teh hangat yang sudah terletak di atas meja. Tidak lupa ada juga roti bakar yang tinggal tersisa beberapa bagian saja.
Galvin yang duduk di depan Salva memperhatikan gadis itu duduk tidak tenang. Sudah beberapa kali ini ia lihat Salva melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Kenapa sih dia itu seperti gelisah atau dia kebelet.
"Kenapa sih lo beser. Mau e-o," kata Galvin.
Salva mendecakan lidahnya. "Apaan sih lo mau tau aja urusan orang."
"Lagian lo dari tadi rusuh amat!"
Rayhan menyesap teh hangat dan memakan potongan roti bakar cokelat. "Dia nunggui Viyan. Mereka mau jalan ke air terjun."
"Ha! Apa?" Galvin melotot.
"Dia nungguin Viyan. Mereka mau jalan ke air terjun," Rayhan mengulang perkataannya.
"Iya gue denger. Gue gak buduk. Eh maksudnya budeg," kata Galvin.
"Ngapain lo jalan sama dia? Kenal juga baru terus perasaan kemaren kalian juga baru jalan kan. Itu orang kok hobinya jalan-jalan ya."
Salva mencondongkan tubuhnya ketengah meja. "Memangnya kenapa? Gak boleh gadis kampung jalan sama cowok kota."
Galvin menelan ludahnya, mendengar kata-kata itu ia jadi ingat kejadian semalam. Bulu kuduknya langsung berdiri ia mengerjapkan kedua matanya. Kenapa sih Salva mengungkit-ungkit soal semalam bikin Galvin jadi tidak enak saja. Saking takutnya bahkan Galvin tiba-tiba saja mengalami insomnia. Padahal sebelumnya ketika memejamkan mata ia pasti bisa dengan cepat tertidur pulas.
"Hai..."
Viyan datang dengan sebuah senyuman. Laki-laki itu memakai jaket putih dan celana jins hitam. Ada aroma parfum keluaran negara prancis ketika laki-laki itu melangkah menghampiri yang lainnya. Dari aromanya sudah bisa di pastikan harganya pasti di atas tiga ratus dollar.
"Kamu udah siap? Yang lainnya gimana ikut?"
"Oh enggak, enggak kita di sini aja. Lagian kita udah bosen kesana. Kalian aja yang pergi," ucap Rayhan.
"Oh gitu... yaudah kalau gitu gue duluan ya."
Salva dan Viyan berjalan keluar. Laki-laki itu ternyata membawa sebuah sepeda motor. Galvin berdiri ketika melihat kedua orang itu sedang menaiki motor. Galvin berjalan keluar diam-diam ia melihat Salva dan Viyan yang sudah pergi meninggalkan area parkir. Viyan berlari keluar ia masih bisa melihat motor itu dari kejauhan. Laki-laki itu menghela napasnya. Ada perasaan iri dan juga cemburu yang saat ini ada di dalam hatinya.
Dari arah belakang Sausan datang menghampiri ia berjalan perlahan seperti seorang pencuri. Rerumputan hijau yang di pijaknya mampu meredam langkah kakinya. Gadis itu menyentuh punggung Galvin dengan lembut.
"Vin masuk yuk!" Kata Sausan sangat lembut.
Galvin meangguk ia berjalan pelan kembali ke warung. Sesekali ia menoleh ke belakang berharap masih bisa melihat Salva, tapi percuma gadis itu sudah pergi jauh dari sana.