Tidak ada yang lebih membahagiakan lagi bagi seorang pelajar adalah jam yang kosong. Hari ini Bu Ani guru bahasa Sunda tidak bisa masuk meskipun ia sudah memberikan tugas pada anak-anak untuk mengerjakan LKS tapi memberikan tugas di jam kosong sama saja memberikan mereka kebebasan untuk bermain, mengobrol atau bahkan tidur-tiduran.
Sama halnya dengan Salva gadis itu juga tidak mengerjakan tugas yang di berikan. Ia malah lebih memilih mambaca novel yang waktu itu ia beli bersama dengan Viyan. Hari ini ia sudah membaca sampai halaman dua ratus sepuluh. Gadis itu membacanya dengan tenang. Di sampingnya tidak ada siapa-siapa. Sausan sedang ada bersama dengan Bunga dan cewek-cewek lainnya. Para gadis itu terlihat sedang berdandan ria.
Viyan berjalan kedepan ia melihat Salva sedang asik membaca novel. Ketika ia berjalan mata Galvin mengikutinya. Laki-laki itu diam menatap Viyan yang sedang menuju meja Salva. Galvin mendengus sini ketika tebakannya benar. Viyan duduk di kursi Sausan yang kosong.
"Gimana novelnya seru?" Tanya Viyan.
"Saya bingung jawabnya. Novel ini sebenarnya seru atau sedih. Jalan ceritanya itu loh yang buat sedih. Kok ada ya tokoh novel yang kaya gini." Salva masih tertunduk memperhatikan novel itu yang berjudul Be Careful With My Heart.
"Semuanya ada karena di ciptakan tapi kamu ada karena di harapkan," kata Viyan dengan pelan.
Gadi itu menoleh ke arah Viyan. "Apa?"
Viyan tersenyum. "Buka halaman dua ratus delapan puluh delapan."
Salva tanpa basa basi langsung melakukan apa yang di harapkan. Ketika lembaran itu terbuka Viyan mengetukan telunjuknya pada salah satu sudut pada lembar itu. Mata Salva melihat kata-kata yang baru saja di sebutkan oleh Viyan.
"Kamu tahu?" Tanya Salva.
Viyan meangguk pelan. "Aku udah baca sampai selesai. Kamu pasti bakalan terkejut sama akhir dari ceritanya. Aku saranin kamu baca novelnya di tempat sepi supaya lebih berasa aja alur ceritanya."
Salva meangguk pelan. "Ok." Ia lalu menutup buku itu.
"Nanti pulang sekolah kamu bisa ikut sama saya."
"Kemana?"
"Makan siang di rumah saya ya. Saya mau kenalin kamu ke Nenek saya. Gimana mau?"
Salva tersenyum. "Boleh."
Di belakang Galvin mendecakan lidahnya. Ia terus saja memperhatikan ke arah meja Salva. Dari raut wajahnya laki-laki itu terlihat kesal dan gemas. Ia mendengus posisi duduknya sejak tadi tidak tenang.