Sebuah rumah besar yang pernah di datangi oleh Salva tapi hanya di bagian luarnya saja. Sekarang ia masuk kedalam rumah itu. Banyak pajangan-pajangan yang terbuat dari kayu. Ada sebuah perapian yang terhubung langsung dengan cerobong asap. Tangga yang menghubungkan ke lantai dua berbentuk spiral dengan warna putih pada setiap anak tangganya.
Viyan mengajak Salva ke ruang makan. Di sana ada seorang wanita tua yang memakai kacamata. Di dekatnya ada seorang wanita yang usianya lebih muda terlihat sedang merapikan makanan.
"Nek," kata Viyan berjalan cepat lalu mencium tangan Neneknya. "Nek kenalin ini Salva."
"Salva Nek." Gadis itu tersenyum ramah dan mencium punggung tangan kanan Nenek Viyan.
"Saya Runa, Neneknya Viyan. Ayo duduk kita makan siang dulu ya. Mba tolong ambilin minum ya."
Salva dan Viyan duduk saling bersebrangan. Gadis itu sedikit canggung tentu saja ini pertama kalinya ia bertemu dengan Nenek Viyan. Tidak lama asisten rumah tangga datang membawakan minum. Di atas meja sudah ada ayam kecap, cah kangkung, capcay dan udang saus bangkok.
Viyan membantu Salva mengambil makanan yang sudah tersaji. Ia lihat gadis itu masih malu-malu. Salva tersenyum ketika menerima piring yang sudah di ambilkan makanannya oleh Viyan.
"Jadi kamu temen satu sekolahnya Viyan?"
"Iya Nek. Kita satu kelas."
Nenek Runa meangguk angguk pelan ia memasukan potongan wortel dan nasi kedalam mulutnya.
"Salva ini orang pertama yang aku kenal di sekolah Nek. Dan karena dia juga sekarang aku udah punya banyak temen."
"Punya banyak temen itu bagus tapi harus hati-hati karena gak semua temen kita baik. Kalau Viyan gimana Salva dia baik sama kamu?"
Salva sedikit terkejut dengan cepat ia menelan makanannya. "Baik kok Nek. Sampai detik ini dia laki-laki yang baik."
Viyan yang menatap Salva jadi bingung harus bersikap seperti apa. Laki-laki itu tersenyum lebar karena mendapat pujian dari wanita yang ada di hadapannya.
"Jangan terlalu sering muji dia. Dia itu kalau di puji nanti lubang hidungnya membesar. Liat aja tuh... tuh semakin membesar kan."
Viyan menutup hidungnya. "Nenek."
"Jangan Baper cuma bercanda Bro."
Salva tertawa kecil ia tidak menyangka Nenek Runa ternyata gaul juga.
"Tapi Salva kamu tau gak kalau kamu itu perempuan pertama yang Viyan kenalin sama Nenek. Itu artinya kamu bukan perempuan sembarangan. Kamu spesial," ucap Nenek Runa.
"Nenek." Viyan tertawa kecil sambil menatap Salva.
Gadis itu hanya tersenyum ia tidak tahu harus menanggapi apa. Perempuan spesial apa maksudnya? Salva kan bukan martabak kenapa dia spesial? Tapi senang rasanya jika Viyan meanggap dirinya adalah perempuan yang spesial. Gadis itu meletakan sendoknya dan minum air putih. Viyan masih menatap Salva dan di saat yang sama Salva menatap Viyan, mata mereka bertemu di udara, sangat dalam.