Hari sudah malam buktinya adalah bintang-bintang yang sudah menggantung di langit. Angin malam berhembus pelan menggerakan ilalang yang tumbuh di sekitar danau. Ada kunang-kunang terbang yang berkelap-kelip di sekitar dermaga yang terbuat dari susunan kayu. Makhluk-makhluk kecil itu terlihat sedang menghibur seseorang yang sedang merasa sedih.
Galvin, laki-laki itu terbaring di atas dermaga. Ia menatap kunang-kunang yang terbang indah di sekitar dirinya. Ia mengangkat satu tangannya seolah ingin menangkap satu ekor makhluk itu yang bisa menghasilkan cahaya sendiri. Galvin tersenyum tapi terlihat sangat menyedihkan. Ia mencoba menahan air mata yang terlihat ada di pelupuk matanya. Sakit sekali, ia baru pertama kali merasakan sakit seperti itu.
"Aaaaaa....."
Laki-laki muda itu berteriak sangat kencang hingga membuat para kunang-kunang itu terbang menjauh mungkin mereka ketakutan mendengar teriakan dari Galvin. Di tengah kegalauannya ia merasa ponsel di saku kirinya bergetar. Galvin segera meraihnya ia melihat sebuah pesan dari Sausan. Laki-laki itu langsung terperanjat matanya terbelalak melihat isi pesan itu. Galvin langsung mengayuh sepedanya seolah-olah ia tidak ingin melewatkan sesuatu.
*****
Sejak tadi sore, ketika melihat Galvin mengejar Salva akhirnya Sausan tahu siapa yang dicintai oleh teman laki-lakinya itu. Tapi bukankah sekarang Salva sudah bersama Viyan dan dirinya pikir Galvin harus bisa menerima hal itu. Jika Galvin bisa menerima hal itu, maka sepertinya ia masih memiliki kesempatan. Sejak tadi gadis itu berusaha menghubungi Galvin tapi tidak pernah ada tanggapan.
Sausan berjalan seorang diri di atas jalan yang berbatu. Ini sudah malam tapi dirinya masih ingin mengetahui keberadaan Galvin. Ia masih terus memegang ponselnya, jaga-jaga kalau ada pesan atau panggilan masuk. Ia berjalan menuju rumah Galvin ia pikir mungkin Galvin sudah pulang.
"Dasar perempuan gak becus!!!"
Suara teriakan laki-laki dari dalam rumah Galvin membuat Sausan terkejut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri siapa tahu ada orang tapi tidak ada, dia sendirian di sana. Gadis itu berjalan mengendap-endap seperti seorang pencuri.
"Sini emas kamu!!! Aku butuh uang. Lagipula kamu beli emas ini pake uang aku kan!!!"
"Jangan Mas itu buat persiapan Galvin kuliah. Kita butuh uang banyak buat biaya Galvin kuliah Mas!"
Sausan mengintip dari luar jendela. Ia mengenali siapa dua orang yang terlihat sedang bertengkar di dalam rumah. Mereka adalah orang tua Galvin, perempuan yang sedang menangis itu bernama Nirma sementara laki-laki yang berdiri di dekatnya adalah Arif.
"Sini! Semuanya aku mau jual!" Kata Arif merebut semua emas yang ada di dalam kotak.
"Enggak ini semua buat kuliah Galvin. Kamu jual semua emas ini cuma untuk minuman dan perempuan-perempuan murahan itu kan."