Indahnya masa pacaran di rasakan oleh Salva dan Viyan. Mereka pergi ke sekolah bersama tadi pagi Viyan menjemput Salva di rumahnya. Udara pagi yang dingin membuat banyak murid menyilangkan tangan mereka. Ada seorang tukang kebun yang terlihat sedang menyapu dedaunan yang jatuh di atas tanah. Salva sudah duduk di kursinya sementara Viyan berdiri di depan meja menghadap Salva.
"Nanti pulang sekolah kita ke taman kota yuk," ajak Viyan.
"Ngapain?" Salva bersandar pada kursi kayu yang di dudukinya.
"Ya jalan-jalan. Pacaran."
Salva terkekeh mungkin karena perasaan cinta membuat dirinya mudah tertawa dan tersenyum tiap kali melihat Viyan bicara. "Mau pacaran aja jauh banget. Memangnya di sini gak bisa."
Viyan duduk di meja Salva. "Kalau disini gak enak, banyak yang liatin. Gak leluasa."
"Gak leluasa? Memangnya kamu mau ngapain sih?"
"Mm... ngapain ya?"
Salva tesenyum menunggu jawaban dari Viyan. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Ngapain? Mau ngapain?" Katanya sambil tertawa.
"Gak ngapa-ngapain cuma pengen genggam tangan kamu sambil ketawa-ketawa, makan cotton candy berdua."
Salva menggelengkan kepalanya. "Gak mau ah malu."
"Malu? Jangan-jangan kamu belum pernah kaya gitu."
Salva menarik napasnya ia meneka kedua bibir, pikirannya melayang ke masa lalu, kemasa dimana ia pernah melalukan itu semua tapi dengan Galvin sahabatnya. Waktu itu di pasar malam ia dan Galvin jalan berdua, tertawa sambil makan permen kapas namun tidak berpegangan tangan.
"Kalau kamu pasti udah sering kan ngelakuin semuanya sama pacar-pacar kamu." Salva menaikan satu alisnya ia menatap Viyan melihat wajah laki-laki itu yang terkejut dengan pertanyaannya. "Gak perlu di jawab, aku udah tau jawabannya apa. Kalau gitu aku gak mau ngelakuin semuanya nanti kamu malah inget lagi sama mantan-mantan kamu.
Salva berdiri ia keluar dari area mejanya. "Kita lakuin hal-hal yang belum pernah kamu sama semua mantan kamu lakuin," ucapnya sambil tersenyum lalu keluar kelas menuju toilet.
Sausan duduk di samping Galvin yang memakai jaket dan kupluk menutupi kepalanya. Mereka berdua duduk di dalam ruang UKS di atas ranjang putih yang tertutupi seprai putih.
"Masih sakit ya?" Kata Sausan melihat beberapa memar di wajah Galvin.
Laki-laki itu menarik napas lalu menghembuskannya. Rasa perih dan sedikit kedutan masih bisa ia rasakan, tapi tentunya ia tidak bisa mengakui rasa sakit itu. Yang perlu ia lakukan hanya berkata bohong meskipun ia tahu kalau Sausan tidak akan mempercayainya.
"Kalau gue jawab gak sakit apa lo percaya?"
Kali ini gadis itu yang menarik napasnya. "Kalau gitu lo gak perlu jawab pertanyaan gue karena gue udah liat semuanya dan gue tahu rasanya sesakit apa."
"Jangan bilang ke siapapun ya. Ini rahasia kita."
Sausan menatap wajah Galvin. Kali ini ia benar-benar bisa merasakan jantunya berdegub kencang. Gadis itu menyentuh jantungnya ia tahu betul perasaan apa yang saat ini sedang ia rasakan, tapi pertanyaannya adalah apakah laki-laki yang duduk di dekatnya saat ini memiliki perasaan yang sama dengannya.
"Kita?" Kata Sausan.