Di kantin kelima orang itu duduk di satu meja yang sama. Ada gelas-gelas yang berisi es teh dan juga minuman bersoda di atas meja. Masta asik memakan bakso yang tadi ia tambahkam sepuluh sendok sambal. Rayhan hanya makan batagor yang di bungkus dalam pelastik putih bening. Sausan dan Galvin duduk bersebelahan. Gadis itu menuangkan saus ke dalam mangkuk mi ayam Galvin.
"Makasih," kata Galvin lalu mengaduk aduk mi ayamnya.
Salva yang duduk di depannya sedikit menaikan alisnya ia bingung kenapa Sausan harus menuangkan saus itu Galvin kan bisa melakukannya sendiri atau jangan-jangan Sausan sengaja melakukan hal itu tapi untuk apa? Gadis itu lalu menyesap es teh manis dan melirik ke arah lain.
"Liat deh," ucap Viyan memperlihatkan foto-foto yang sudah di edit menjadi lebih menarik lagi. "Aku ke toilet dulu ya."
Salva mengambil ponsel Viyan dan melihat foto-foto yang di ambil kemarin di hutan pinus. Ada foto Masta yang sedang memegang kadal. Ada foto Rayhan yang berusaha memanjat pohon pinus karena ketakutan, ia juga lihat foto dirinya dan Galvin yang berdiri bersebelahan tapi terlihat seperti orang asing yang baru pertama kali bertemu.
Melihat foto itu Salva sempat melirik ke arah Galvin yang sedang makan mi ayam ia lalu dengan cepat kembali menatap layar ponsel. Ketika sedang melihat foto-foto di ponsl Viyan ada sebuah pesan masuk dari seseorang bernama Tiara. Secara tidak sengaja Salva membuka pesan itu.
Hei, jangan lupa ya hari ini jam lima di kafe Anatomi Coffee. Tiara yang cantik kangen, rindu, pengen peluk. Jangan terlambat ya!
Salva menarik napasnya ia merasa seperti menemukan sebuah pesan perselingkuhan tapi apa mungkin iya. Lalu siapa Tiara di sekolah ini tidak ada gadis yang bernama Tiara, atau jangan-jangan itu adalah mantannya Viyan. Untuk apa Viyan bertemu dengan mantannya dan isi pesannya bilang kalau perempuan itu ingin memeluknya.
Pikirannya jadi melayang-layang tidak jelas. Gadis itu berpikir kalau Viyan berselingkuh dengan seseorang bernama Tiara tapi dengan cepat ia menyingkirkan pikiran kotor itu. Duduk Salva jadi tenang ia mengerjapkan matanya dan merapikan rambutnya yang padahal tidak berantakan. Galvin yang melihat hal itu diam-diam melirik ke arah Salva ia lihat wajah gadis itu seperti menyembunyikan sesuatu.
Viyan datang dan kembali duduk di tempatnya. Ia melihat Salva gelisah gadis itu kali ini sedang merapikan pakaiannya. "Kenapa?"
Salva tersenyum menyembunyikan rasa gugupnya. "Enggak kenapa-napa. Cuma panas aja." Ia lalu mengembalikan ponsel Viyan. "Aku mau ke toilet dulu ya." Salva meninggalkan yang lainnya dan berjalan menuju toilet. Di dalam toilet ia berdiri di depan cermin menghembuskan napas lalu mencuci mulutnya dengan air di keran. Salva menggelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan pikiran buruk itu.
Suara bel tanda jam istirahat berakhir telah berdering. Salva mengambil tisu dan membersihkan mulutnya. Ia menghembuskan napas dan berkata semuanya baik-baik saja. Gadis itu lalu keluar berjalan di koridor menuju kelasnya. Di koridor tidak sengaja ia bertemu dengan Galvin. Salva berhenti mendadak ada sedikit perasaan canggung ia menatap Galvin begitu juga sebaliknya. Namun sepertinya ia tahu siapa orang yang bisa membantu dirinya.
Galvin berjalan ia melewati Salva begitu saja tapi langkahnya terhenti ketika Salva menyebut namanya.
"Galvin," kata Salva sedikit ragu.
Galvin membalikan badannya dan menghadap Salva. "Ya!"
"Mm... tar pulang sekolah lo ada acara?" Kata Salva sambil berdoa dalam hati semoga jadwal Galvin hari ini kosong karena dirinya ingin minta di antar ke kafe Anatomi Coffee.
"Pulang sekolah gue sama Sausan mau ke toko kue Ibu. Katanya Sausan mau bantuin Ibu jualan kue secara Online. Memangnya kenapa?"
Apa! Sausan, kenapa harus sama dia? Biasanya kan apa-apa Galvin selalu melakuan segala sesuatunya sama Salva kenapa sekarang harus selalu Sausan yang ada bersamanya. Salva menelan ludahnya sepertinya ia harus menyetujui perkataan Galvin waktu itu yang bilang sekarang semuanya tidak akan pernah sama lagi sejak... sejak ia dan Viyan berpacaran.
"Oh! Enggak, enggak ada apa-apa. Gue cuma mau tanya aja. Ya udah kalau gitu sukses ya jualannya." Salva tersenyum lalu kembali jalan menuju kelasnya.
Galvin mengerutkan alisnya, enam tahun bersahabat laki-laki itu tau betul pasti ada sesuatu yang ingin di bicarakan oleh Salva. Galvin menghela napasnya ia jadi bingung harus melakukan apa. Salah satu hal yang paling menjengkelkan di bumi ini adalah ketika kita tahu ada sesuatu hal yang harus kita lakukan tapi kita tidak tahu itu apa. Hingga membuat kita kesal dan ujung-ujungnya hanya bisa terduduk sambil menghela napas.
Pulang sekolah Viyan mengantar Salva dengan sepeda motornya yang berwarna hitam. Laki-laki itu menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah Salva. Gadis muda itu mencopot helm dan menyerahkannya pada Viyan.
"Hari ini kamu gak kemana-mana?" Tanya Salva.
Laki-laki itu tersenyum tapi sedikit mencurigakan. "Mm... enggak kemana-mana di rumah aja. Lagian badan aku pegel-pegel jadi kayanya aku bakalan langsung bobo siang yang cantik. Kenapa memangnya?"
"Tadinya aku mau ngajakin ngerjain PR bareng yang lainnya tapi ya udah gak apa-apa kita kerjain masing-masing aja."
"Ok, aku pulang ya," katanya lalu pergi dari sana.
"Kenapa kamu bohong?" Gumam Salva masih memperhatikan Viyan yang mulai menjauh pergi.
Di dalam kamar Salva langsung merebahkan tubuhnya ia menatap langit-langit kamarnya. Salva tahu kalau ia harus menyelidiki siapa perempuan itu sebenarnya ia harus tahu jika tidak dirinya pasti akan mati penasaran. Gadis itu lalu mengambil laptopnya, membuka Google dan mulai mencari tahu dimana kafe Anatomi Coffee berada. Kafe Anatomi Coffe ternyata memiliki beberapa jaringan seperti di Bali, Surabaya, Medan, banjarmasin, dan Bogor.
"Ya pasti di Bogor gak mungkin di tempat lain." Salva lalu membuka Google maps dan mengetikan alamat kafe Anatomi Coffe yang ada di bogor. "Jalan Pajajaran," gumamnya ia tahu betul jalan itu salah satu jalan besar dan paling terkenal di kota Bogor.