Hanya ada lampu belajar yang menyala di tengah gelapnya kamar Salva. Gadis itu terduduk di atas ranjang. Sebagian tubuhnya tertutupi selimut karena udara malam itu cukup dingin. Ia sejak tadi membaca dengan seksama novel karangan Zovian Prasasta. Salva memastikan ia tidak akan melewatkan satu katapun. Tiara bilang sendiri kalau sebagian besar isi novel itu adalah fakta kecuali hanya kisah cinta segitiganya.
Kini jam sudah menunjukan pukul dua belas malam. Salva menguap ada rasa kantuk yang menyerangnya. Gadis itu mengucek kedua matanya. Salva tidak akan berhenti membaca sebelum ia bisa menemukan petunjuk dimana keberadaan Viyan sekarang. Jari gadis itu membuka halaman demi halaman. Kini ia sudah sampai di halaman empat ratus sebelas. Ada sebuah paragraf pada buku itu yang menarik perhatiannya.
Al memang selalu seperti itu dia bukan anak yang penurut tapi dia tidak jahat. Setidaknya ia sangat setia kawan dan menghormati makhluk yang bernama wanita. Al tahu apa yang harus ia lakukan sehingga ketika ayahnya meminta untuk melakukan sesuatu di luar kemauannya ia pasti akan memberontak. Sama seperti kali ini, ia menentang keinginan ayahnya yang meminta ia untuk berkuliah di luar negeri dan mengambil jurusan bisnis.
Terjadi perdebatan sengit antara kedua orang laki-laki itu yang bestatus anak dan ayah. Emosi dan keegoisan menguasai pikiran kedua pria itu. Hingga pada akhirnya laki-laki muda itu memilih pergi dari rumah bersama dengan emosi yang berkecamuk dalam hatinya. Hanya ada satu tempat yang akan ia datangi ketika ia dalam keadaan marah. Sebuah arena balap di pinggir kota Jakarta yang menjadi tempat untuk melampiaskan semua emosinya, emosi yang mungkin akan merugikan dirinya sendiri.
Salva tersenyum ia merasa sudah menemukan petunjuk itu. Ia lalu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang, Salva menunggu beberapa lama hingga seseorang di ujung sana mengangkat panggilan darinya.
"Hallo Tiara, kayanya aku tau dimana Viyan."
*****
Hari ini Salva tidak masuk sekolah entah kenapa tidak ada surat pemberitahuan. Sudah jam tiga sore Rayhan dan Masta berjalan di belakang Galvin dan Sausan. Kedua orang itu memperhatikan temannya yang saling diam satu sama lain.
"Cinta segitiga itu memang rumit ya," bisik Masta sangat pelan.
"Bukan segitiga semenjak ada Viyan itu artinya segi empat," timpal Rayhan.
"Hmm... kenapa gak ada yang jatuh cinta sama gue ya. Padahal gue gak jelek-jelek banget loh."
Rayhan tersenyum mendengar ucapan Masta. Ia lalu merangkul pundak temannya itu. "Lo gak punya pacar karena lo gak pernah deket sama cewek lain. Coba lo banyangin selama tiga tahun ini cuma ada dua cewek yang selalu ada di deket lo."