Rumah besar berwarna putih dengan dua pilar di bagian depan terasa terlihat sangat megah. Di bagian dalam terdapat banyak guci-guci besar yang di taruh dekat lemari besar berisi gelas kristal. Ada enam kamar di sana dan sebuah kolam renang di halaman belakangnya. Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan terlihat sedang berdiri di sebuah kamar sambil memegang sebuah bingkai foto.
Air mata menetes begitu saja perasaan sedih kini mendera dirinya. Wanita itu adalah Maya ibu dari Alviyan dan Zoviyan. Maya menatap ke arah foto kedua anaknya. Di foto itu terlihat Viyan dan saudara kembarnya tersenyum bahagia. Ia lalu terduduk di atas ranjang memperhatikan seisi kamar Zoviyan yang terasa sangat sepi dan hampa. Maya terbatuk-batuk wajahnya pucat ia menangisi hidup anak-anaknya yang menyedihkan.
Kepala Maya terasa pusing ia berusaha untuk berdiri tapi kedua kakinya terasa lunglai. Bingkai foto yang di pegangnya terjatuh ke atas lantai hingga kacanya retak. Ia mencoba untuk berjalan tapi baru beberapa langkah ia terjatuh ke atas lantai dan tidak sadarkan diri. Untunglah di saat yang tepat datang seorang asisten rumah tangga yang sedang memegang sebuah sapu.
"Ibu!" Katanya panik langsung menghampiri majikannya itu. "Pak! Bapak! Ibu pingsan Pak!" Teriaknya kencang.
Suara langkah kaki seseorang begitu cepat terdengar. "Maya!" Kata Bara suaminya yang langsung berjongkok di sebelah istrinya. "Maya, bangun Maya. Kita harus bawa dia ke rumah sakit!" Bara menggendong istrinya lalu dengan cepat keluar kamar.
*****
Sekarang sudah jam delapan malam Salva kini sedang berada di dalam mobil Tiara. Kedua gadis itu sedang berada di arena balapan yang ada di pinggiran Jakarta. Mereka kesana berdasarkan petunjuk dari buku karangan Zoviyan. Tiara menjalankan mobilnya secara perlahan. Ada lebih dari empat puluhan motor yang ada di arena balapan liar itu. Tiara memarkirkan mobilnya di sebuah tanah kosong. Ia dan Salva lalu keluar mobil. Baru saja menutup pintu ada sebuah panggilan masuk ke ponselnya.
"Iya Om... apa! Iya, iya. Ini saya juga lagi cari Al. Baik Om." Tiara menutup teleponnya. "Gawat! Mamahnya Al masuk rumah sakit. Kita harus cari Al sekarang."
Kedua gadis itu berjalan di antara orang-orang dan juga motor yang berlalu lalang. Mereka terus mencari Viyan kesana kemari. Sialnya sebagian besar para pemotor menggunakan helm hingga kedua gadis itu tidak tahu Al berada di balik helm yang mana. Salva bertanya pada seseorang sambil menunjukan foto Viyan tapi orang itu tidak mengenalnya. Tiarapun melakukan hal yang sama juga dengan hasil yang sama.
"Enggak ada," kata Tiara.
Salva belum menyerah ia masih berjalan di antara orang-orang yang berpenampilan seperti genk motor. Di arena balap sudah ada empat motor yang siap untuk beradu kecepatan. Seorang gadis bercelana pendek berdiri di tengah arena balap sambil memegang sebuah kain merah. Gadis itu mengangkat tangannya ke atas untuk memberikan tanda agar para pembalap bersiap.
"Viyan!" Ucap Salva melihat pacarnya itu sedang memakai helm di arena balap. Ia berlari menuju arena balap tapi terlambat Viyan sudah menjalankan motornya dan saling beradu kecepatan dengan yang lainnya. Salva dan Tiara hanya bisa menunggu sambil berharap agar tidak terjadi apa-apa dengan Viyan.
Laki-laki itu menambahkan kecepatan motornya ia melihat pebalap yang ada di samping kanannya berusaha untuk menyalipnya. Viyan tidak mau kalah ia terus melesat melawan arah angin malam. Kini ia dan yang lainnya kembali menuju tempat semula. Viyan terus meningkatkan kecepatan hingga meninggalkan pebalap yang lainnya dan pada akhirnya dia adalah orang pertama yang berhasil mencapai garis finis.
Viyan di kerubungi oleh banyak orang terutama gadis-gadis cantik yang dengan pakaian seksi. Ketika laki-laki itu membuka helm ada seorang gadis yang langsung mencium pipi kananya.
"Al," kata Tiara.
Viyan menoleh dan melihat Tiara ada di sana, ia lalu melihat ke arah samping sahabat wanitanya itu, matanya seketika terbelalak melihat Salva juga ada di sana. "Sal... va." Laki-laki itu jadi gelagapan tidak jelas. Ia lalu turun dari motornya dan berlari mengejar Salva.
Viyan berhasil mengejarnya dan menahan tubuh Salva. "Va dengerin dulu Va. Cewek yang tadi tuh cuma temen aku dan dia memang suka tiba-tiba cium pebalap yang menang balapan."