Hari minggu adalah hari yang paling di tunggu oleh para pelajar di muka bumi ini. Satu hari yang bisa mereka gunakan untuk bermain dan melakukan hal-hal gila juga aneh. Untunglah sekarang libur sehingga Salva bisa menginap di rumah Tiara. Gadis itu kini sedang berdiri di depan cermin merapikan pakaiannya yang ia pinjam dari teman barunya itu.
"Makasih ya Ra bajunya."
"Santai aja. kamh kan ceweknya sahabat aku itu artinya kamu sahabat aku juga jadi gak usah sungkan," kata Tiara yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Salva melihat gadis itu di cermin entah kenapa meskipun baru kenal tapi Salva sudah merasa dekat dengan Tiara. Mungkin karena gadis itu sangat ramah, baik dan supel sehingga siapapun pasti akan cepat akrab dengannya. Salva menyisir rambutnya yang sebahu. Suara bunyi membuat para gadis itu menghentikan aktifitasnya.
"Itu pasti Al." Tiara berjalan ke jendela kamarnya yang terbuka dan sebuah mobil terparkir di depan rumah.
Viyan menjemput Salva dan Tiara rencananya hari ini sebelum mengantar Salva pulang Viyan ingin memperkenalkan Salva pada ibunya. Sebenarnya tadi malam Salva juga ada di rumah sakit namun karena kondisi ibunya masih lemah ia terpaksa harus pulang ke rumah Tiara dan menginap di sana semalam. Kedua gadis itu tanpa basa basi langsung masuk kedalam mobil. Butuh waktu sekitar empat puluh menit dari rumah Tiara untuk bisa sampai di rumah sakit.
Banyak orang bilang aroma rumah sakit itu tidak mengenakan. Ada yang mengatakan karena bau obat, bau pembersih lantai sampai bau kematian. Maya sedang duduk di atas ranjang ia terlihat sedang memakan potongan buah apel merah yang barus saja di potong oleh suaminya.
"Mah, Pah," kata Viyan masuk bersama dengan Tiara lalu Salva.
"Darimana kamu? Jam segini baru dateng," kata Maya.
"Habis jemput Tiara dulu Mah,"
"Tante ini aku bawain kue buatan Mamah. Kata Mamah nanti siang dia kesini," ucap Tiara menaruh kue itu di atas meja kecil di samping ranjang.
"Terus ini siapa? Papah baru liat." Bara memperhatikan Salva yang sejak tadi diam saja.
"Oh, ini Salva Mah, Pah,"
Salva tersenyum ia lalu mencium punggung kedua orang tua Viyan. Viyan tersenyum ia lalu membisikan sesuatu di telinga ayahnya. Seketika itu juga Bara tersenyum ia meangguk-angguk sebentar lalu menatap istrinya dan mengucapkan kata "Pacar" tanpa bersuara hanya gerakan mulutnya saja. Maia tersenyum ia mengerti dengan gerakan mulut suaminya.
"Cantik," kata Maya.
"Makasih Tante," ucap Tiara tiba-tiba.
"Bukan lo. Kalau lo sih busuk sama kaya nangka busuk," ucap Viyan.
"Tuh Tante liat sendiri kan. Dia tuh memang suka bikin kesel." Tiara menunjuk Viyan.
"Kan Tante udah pernah bilang kalau dia nakal jewer aja kupingnya."
Tiara tersenyum ia merasa berkuasa di ruangan itu. Ia lalu berjalan menghampiri Viyan dan berusaha untuk menjewer kupingnya. Laki-laki itu menghindar dan berlarian di dalam ruangan. Salva tertawa melihatnya begitu juga dengan kedua orang tua Viyan. Tentunya Salva tidak cemburu melihat hal itu karena ia tahu mereka berdua bersahabat sejak kecil.
"Kamu juga Salva. Kalau Al bandel jewer aja kupingnya ya," ucap Maya.
Salva tersenyum ramah. "Iya Tante, pasti."
Tiara berhasil menjewer kuping Viyan hingga laki-laki itu meringis kesakitan. Viyan berkali-kali meminta ampun tapi Tiara tidak mau melepaskannya.
Jalanan menuju rumah Salva yang berada di bawah gunung salak tidak terlalu ramai. Meskipun jalannya tidak terlalu lebar tapi mobil Viyan bisa melaju terus tanpa mengalami kemacetan. Di sisi kanan dan kiri jalan di tumbuhi oleh pepohonan hijau yang rindang dan juga menjulang tinggi ke atas.
"Jadi besok kamu udah mulai masuk sekolah kan," tanya Salva yang duduk di samping Viyan.
"Iya besok aku masuk. Kenapa kangen ya pacaran di sekolah." Viyan menjalankan mobilnya dengan tenang.