Ujian nasional tengah berlangsung masing-masing peserta ujian duduk sendiri-sendiri. Begitu sunyi dan tenang tidak seperti biasanya yang selalu di penuhi oleh suara para murid yang tidak bisa diam. Mereka terlihat fokus mengerjakan soal-soal ujian itu padahal kelulusan mereka tidak di tentukan seratus persen dari nilai ujian nasional. Ada seorang pengawas yang biasanya berdiri di depan kelas memastikan tidak ada yang mencontek.
Hingga pada akhirnya waktu untuk mengerjakan soal selesai. Semuanya berhamburan keluar kelas. Rasa lega dan cemas masih melingkupi mereka. Si kutu buku biasanya meskipun sudah keluar kelas tapi ia masih memikirkan soal-soal ujian tadi. Sedangkan si tukang onar begitu keluar kelas langsung merasa bebas menikmati dunia tidak peduli apakah ia akan lulus atau tidak yang penting ia sudah mengisi semua soalnya. Aneh bin ajaib biasanya justru siswa-siswa nakal dan suka buat onar lah yang mendapatkan nilai tertinggi sementara mereka yang sudah belajar siang malam justru nilainya biasa-biasa saja, gak tau kenapa, aneh memang tapi hal itu sering terjadi di banyak sekolah.
Malam harinya Galvin terlihat sedang belajar sendiri di depan teras. Besok ujian nasional hari kedua. Ia sedang belajar pelajaran bahasa Inggris. Pandangannya teralihkan ia mendengar ada suara langkah kaki yang menginjak bebatuan. Galvin sedikit terkejut ia melihat Viyan ada di sana.
"Hai...." Kata Viyan berdiri di depan teras.
"Hai...." Galvin berdiri menghampiri Viyan sengaja karena ia tidak ingin mengajak duduk lalu mengobrol berlama-lama.
Viyan menghela napasnya. "Gue mau minta maaf. Gue merasa kehadiran gue udah buat hubungan kalian jadi seperti sekarang ini."
"Udahlah lupain aja. Gak ada yang salah mungkin keadaan yang seharusnya di salahin. Gue merasa lo memang laki-laki yang tepat buat Salva. Jadi gue mau lo jaga dia. Karena gue bakalan pergi."
"Pergi? Kemana?"
Galvin mendekap tubuhnya sendiri. "Menjauh, keluar dari kota ini. Mungkin buat selamanya. Jadi gue mau lo jaga dia. Lo tau kan cara gue hadepin laki-laki yang bikin Salva marah dan nangis. Gue juga mau lo ngelakuin hal yang sama jangan sampe ada laki-laki cabul yang ngegodain dia. Lo ngerti kan?"
Viyan meangguk pelan. "Iya gue ngerti."
Galvin menepuk-nepuk pundak Viyan ia tahu laki-laki itu pasti merasa dirinya bersalah, padahal semuanya tidak ada yang pantas di salahkan. Kedua pria itu sepertinya sepakat untuk tidak saling memperebutkan Salva. Malah mereka sepakat untuk menjaga Salva dari laki-laki jahat dan nakal di luar sana. Galvin mengulurkan tangannya tidak lama Viyan menyambutnya mereka bersalaman menyepakati perjanjian untuk menjaga Salva.
Hari kedua ujian nasional semua berjalan normal. Salva terlihat serius mengerjakan soal demi soal. Sementara Masta yang satu ruangan dengannya melirik ke arah teman sebelahnya sambil menaikan satu alisnya. Laki-laki itu berusaha meminta jawaban tapi ia lupa kalau soal mereka berbeda. Rayhan dan Galvin yang ada di ruangan sebelah mengerjakan soal tenang tanpa ada rasa takut karena mereka sudah belajar selama ini.
Bel berdering tiga kali tanda jam untuk mengerjakan soal telah berakhir. Semuanya berhamburan ke luar memenuhi koridor dan lapangan. Rayhan, Sausan dan Masta menunggu Galvin yang sedang jalan di antara kerumunan para siswa. Salva dan Viyan jalan di belakang Galvin. Mereka berdua diam tidak saling bicara. Salva menengadah ke atas melihat langit yang mendung sama dengan hatinya. Viyan melihat punggung Galvin ia lalu menoleh ke arah Salva.
"Va, Galvin bilang abis ujian nasional dia mau pergi menjauh keluar kota," ucap Viyan.