Pagi yang cerah menyambut semua insan untuk memulai hari dengan baik pada pagi ini. Berbagai macam drama pagi terpampang jelas memulai setiap cerita di awal hari. Begitu pula dengan seorang remaja dengan surai ikal sebatas telinga, yang sedari tadi selalu dia sisir dengan jari tangannya.
Remaja yang bernama Bagas Sony Fahreza itu terlihat sudah berada di sebuah gerbang sekolah yang terlihat menjulang dari luar sana. Sungguh besar, menggambarkan betapa berbeda kelas sekolah ini dari sekolah lainnya.
Tentu saja itu menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh Bagas, karena ini adalah hari pertamanya menginjakkan kaki di sekolah ini, sekolah milik perusahaan ayahnya.
Ya, Bagas pindahan dari sekolah negeri ke sekolah yang direkomendasikan oleh perusahaan ayahnya, PT. Mechanical Surya Hutama Tbk. Salah satu perusahaan ternama di Indonesia. Dan sekolah SMA Pelita Hutama ini pun salah satu sekolah bertaraf internasional yang bernaung dibawah perusahaan tersebut. Selain itu berbagai tingkatan sekolah juga ada dalam lingkup perusahaan itu, dari Playground sampai perkuliahan hingga ke luar negeri. Keren? Bagas malah merasa canggung dengan suasana ini.
Dengan langkah cepat dia memasuki area sekolah itu. Memang benar, semakin memasuki sekolah elite itu, semakin tampak megah dan berkelas. Berpadu dengan seragam para siswa yang terlihat modis dengan atribut dasi rompi biru tua berpadu dengan baju putih di dalamnya. Dan hari ini Bagas juga menggunakan Seragam yang sama, yang disiapkan oleh ayah sebelumnya.
Tujuan pertama Bagas adalah mencari kantor sekolah, lalu bertemu dengan Pak Dody Hutama. Seorang kenalan ayahnya di sekolah ini. Kata ayah, beliau adalah salah satu anak pemilik sekolah, yang juga menjabat sebagai ketua yayasan sekolah ini. Yaitu Pak Hutama.
Ternyata bukan hal yang mudah menemukan sebuah kantor sekolah di tempat sebesar ini. Karena banyak terdapat ruangan yang Bagas sendiri tak tahu fungsinya, semakin membuat Bagas bingung. Dan bertanya pada siswa yang berseliweran disana? Rasanya tak mungkin. Lihat saja pandangan tak peduli para siswa itu. Mereka seperti punya kesibukan masing-masing. Itu membuat Bagas sungkan bertanya. Ah, kenapa tadi menolak ajakan ayah untuk mengantarkannya menemui Pak Dody, karena Bagas merasa mampu. Dan ternyata ini tak semudah yang dia bayangkan.
Dari kejauhan dia melihat kerumunan siswa di salah satu sudut sekolah. Bagas mendekati kerumunan itu, mungkin saja ada yang akan membantunya nanti disana menemui Pak Dody.
Bagas berusaha menyeruak diantara kerumunan, dia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi disana.
Dia melihat seorang gadis terpojok dengan wajah ketakutan serta sebuah gagang pel ada di tangannya. Di depan gadis itu, seorang remaja dengan wajah yang lumayan tampan terlihat memandang sinis pada gadis itu. Salah satu tangannya berkacak pinggang. Menandakan dia sedang menantang orang didepannya.
" Beraninya lo ngotorin sepatu gue dengan pel kotor lo itu? Lo kira lo siapa hah!" Siswa itu membentak si gadis membuatnya semakin terlihat takut.
" Sorry, Willy. Aku nggak sengaja ngotorin sepatumu. Aku akan bersihkan sepatumu ya?"
" Gue nggak pernah mau ya, sepatu ini dipegang sama tangan kotor Lo itu. Gue mau Lo ganti sepatu ini dengan yang baru," tukas cowok yang bernama Willy itu. Terdengar sadis, Bagas sampai mendelikkan matanya heran. Kenapa si cowok ini terlihat sombong sekali? Yah, salah satu ciri sekolah elite, kekuasaan.