Dear Hera,
Sekarang bulan Desember, hujan sepanjang hari, dingin walau terkadang tak bisa kurasakan. Pun juga dengan segala nasehatmu, tak bisa kuturuti. Maafkan aku.
Bagaimanapun beberapa malam kemaren adalah percakapan terakhir kita dan ini adalah surat terakhirku untukmu. Ku tulis karena betapa berterima kasihnya aku atas kepedulianmu selama ini.
Hera, jangan biarkan mereka mengira aku melakukan ini karena putus cinta, itu sangat memalukan. Kau boleh ungkap alasan sebenarnya karena itu lebih baik.
Kau tentu tau aku sudah memikirkan ini lama sekali dan setelah perdebatan panjang kita, mati bagiku adalah pilihan yang paling realistis. Bukankah kematian hanyalah pintu, jika yang satu tertutup maka yang lain akan terbuka. Jangan coba mengelak lagi, kau sebenarnya juga setuju bukan? Dan jangan pula sekali-kali kau kira aku adalah seorang pengecut, bunuh diri butuh keberanian yang sangat hebat Hera, seorang pengecut tidak akan mampu melakukannya, dan satu lagi seorang pengecut tak kan siap menghadapi apapun setelah kematian. Ini sebuah perjudian memang, tidak ada yang tau hidup setelah mati apakah lebih baik atau buruk, tapi aku harus mencobanya karna duniaku tak lagi sama.
Aku akan merindukan percakapan kita, sampai bertemu di dunia selanjutnya, temui aku di Jabal Uhud.
Salam,
Jom
Huh...Sudah kulakukan semuanya, termasuk meninggalkan surat terakhir untuk Hera. Sekarang tinggal bagian akhir yang paling penting, menenggak racun yang sudah kuracik sendiri dari daun yang sangat mirip Peterseli ini. Oenanthotoxin, racun yang akan langsung menuju ke pusat saraf. Dan setelah itu, semuanya akan berakhir menuju awal yang baru.