“Jom! Nama kamu Jom kan?”
Sekelebet angin dingin dari negeri seribu dongeng menghembus di kudukku yang separo merinding, Ehh...suara yang sangat merdu menegurku dari belakang, lalu kucoba menoleh dengan perlahan.
“Sabai!”
Hari ini aku memutuskan jalan kaki ke balai desa, masih sedikit trauma bersepeda. Ibu menyuruh mengambil paket kiriman dari kakaknya sebagai balasan paket yang dikirim ibu bulan kemaren. Biasanya rendang, kerupuk sanjai, kerupuk kulit. Padahal disini banyak dijual juga. Kata ibu saling memberilah maka akan saling mencintai, tak penting apa pemberiannya. Sekalian aku ingin lihat koleksi buku di perpustakaan, barangkali saja ada buku yang kusuka, novel romance atau filsafat mungkin. Perban di kepala sudah kulepas, lukanya sudah mengering hanya tinggal memar saja.
Adalah Sabai yang menegurku, dengan tatapan penuh prihatin menanyai kabarku, ini pertama kalinya aku mendengar suaranya dan aku tidak pernah mendengar nada suara yang seperti ini sebelumnya. Tidak bisa kuterangkan dengan kata-kata, tapi ini begitu memikat.